DEMOKRASI.CO.ID - Komunitas Asia di Australia menyuarakan ajakan kepada pemerintah dan masyarakat untuk bersama-sama mengakhiri sikap rasisme sistematis di negeri kangguru ini.
Mereka juga memperingatkan warga Asia lainnya agar tidak datang sehingga tidak mengalami perlakuan rasisme.
Isu ini muncul seiring merebaknya gelombang unjuk rasa di berbagai negara untuk menolak rasisme terkait tewasnya George Floyd.
Floyd merupakan warga kulit hitam, yang tewas saat ditangkap polisi berkulit putih di Kota Minneapolis, Amerika, pada 25 Juli 2020.
Aksi protes menolak insiden bernuansa rasisme ini berlangsung di Australia pada Sabtu meskipun ada larangan polisi terkait pencegahan wabah virus Corona. Perlakuan yang dialami suku pribumi Aborigin menjadi fokus utama.
Seorang warga keturunan Cina, Bernie, mengatakan Australia mirip kondisi di Malaysia, yang pernah mengalami sentimen anti-Cina pada 1970an.
Dia melihat sentimen anti-Cina muncul pasca merebaknya wabah virus Corona atau Covid-19.
“Alasan keluarga saya migrasi dari Malaysia karena sentimen anti-Cina oleh pemerintah Malaysia dan dituangkan dalam aturan main saat itu,” kata Bernie seperti dilansir News pada Ahad, 7 Juni 2020.
“Saya melihat level rasisme di Australia kembali ke level yang pernah saya alami pada 1970an,” kata dia.
Seperti diberitakan Reuters, wabah virus Corona merebak di Kota Wuhan, Cina bagian tengah pada Desember 2019.
“Saya pernah mengalami pelecehan di sarana transportasi publik dan pusat perbelanjaan,” kata dia.
Lembaga HAM Australia melaporkan pada Mei bahwa satu dari empat orang yang melaporkan pelecehan mengatakan menjadi target karena Covid-19.
Warga Asia menjadi target sikap rasisme di Australia pada awal merebaknya wabah Covid-19 meskipun mereka tidak pernah ke Cina.
Pada April, News melaporkan sekelompok orang mengganggu dua orang siswa keturunan Cina ketika mereka pulang ke rumah di Melbourne.
Seorang siswa asal Hong Kong juga melaporkan mengalami pemukulan di wajah di Hobart karena memakai masker wajah pada awal pandemi.
Seorang siswa keturunan Cina namun kelahiran Australia, Si Mei, 20 tahun, diganggu sekelompok pelajar perempuan di sebuah kereta api karena memakai masker.
“Mereka meneriakkan kata-kata bernada rasis secara agresif,” kata Si Mei kepada News. Australia merupakan satu-satunya negara yang dikenal Si Mei. (*)