DEMOKRASI.CO.ID - KPU mengungkapkan adanya wacana pengunduran Pemilu Serentak 2024, digelar di 2027. Rencana itu masih digodok Pemerintah dan DPR dalam proses revisi UU Pilkada dan UU Pemilu.
Hal itu diungkapkan Komisioner KPU Ilham Saputra dalam Seminar Nasional "Mewujudkan Kualitas Pilkada Serentak Tahun 2020 di Era New Normal" (23/06).
Politisi Demokrat Cipta Panca Laksana geram dengan pernyataan Ilham Saputra tersebut. Menurut Panca, pemilu serentak diatur dalam UUD pasal 22E, di mana jika mau diundur, UUD harus diamandemen.
“Geblek Komisioner @KPU_ID ini. Konstitusi mau dilawan. Pemilu serentak ada dalam UUD Pasal 22E. Pemilu diadakan setiap 5 tahun sekali. Kok bisa interprestasi UUD sesukanya? Kalau mau diundur ya amandemen dulu UUD-nya,” tegas Panca di akun Twitter @panca66.
Terkait hal itu, Panca menyorot Komisioner KPU yang berlatar belakang dari LSM dan Ormas. “Makanya saya ngak setuju Komisioner KPU kayak sekarang dari LSM dan ormas. Kembalikan komisoner KPU ke partai-partai yang lolos ke parlemen,” tambah @panca66.
Makanya saya nga setuju komisioner KPU kayak sekarang dari LSM dan ormas. Kembalikan komisoner KPU ke partai2 yang lolos ke parlemen— #RepublikDagelan (@panca66) June 24, 2020
Senada dengan Panca, politisi senior Demokrat Soeyoto menegaskan, jika Pemilu Serentak diundur pada 2027 sama saja dengan menantang rakyat. “Enak saja kalian. Demi kekuasaan mau nabrak semuanya. Nantang Rakyat???,” tulis Soeyoto di akun @soeyoto1.
— S0EY0T0 (@soeyoto1) June 24, 2020
Sebelumnya, mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai menegaskan wacana Pemilu diundur pada 2027 harus ditolak tegas karena demokrasi bisa diamputasi kekuasaan.
“Wacana Pemilu diundur 2027 harus ditolak tegas karena Demokrasi bisa diamputasi kekuasaan. Diduga Jokowi & PDIP mau Pemilu 2024 dilaksanakan ketika Gubernur & Bupati/ Wali Kota Plt (ASN/TNI/Polri). Mereka bisa lakukan manipulasi Pemilu secara sistemik,” tulis Pigai di akun @NataliusPigai2.
Pada akhir 2019, MPR dikabarkan sempat membahas periodesasi seorang kepala negara sekaligus Presiden Republik Indonesia.
Wakil Ketua MPR dari F PPP Arsul Sani menuturkan bahwa pihaknya tengah menghimpun berbagai masukan terkait amendemen terbatas UUD 1945. Salah satunya, wacana perubahan masa jabatan presiden menjadi hanya satu periode selama 8 tahun. []