DEMOKRASI.CO.ID - Tidak seluruh masyarakat yang tinggal di Bekasi mendukung rencana pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) Kabupaten Bekasi Utara dari Kabupaten Bekasi. Salah satu yang menolak adalah tokoh masyarakat Bekasi Utara, Damin Sada.
Kepada Kantor Berita RMOLJabar, Damin Sada menyebut untuk sekarang belum saatnya Kabupaten Bekasi dimekarkan menjadi dua wilayah. Sebab, banyak hal yang harus dipertimbangkan. Menurut analisisnya, Kabupaten Bekasi belum siap untuk dilakukan pemekaran.
“Sebenarnya bukan wacana, ini sudah basi sebenarnya. Dengan adanya pemekaran ini patut diduga banyak oknum mencari keuntungan. Dulu pernah dibiayain oleh Pemda kurang dari satu miliar seharusnya itu duit buat jajak pendapat, bukan sosialisasi. Dulu satu-satunya orang yang menolak pemekaran cuma saya,” kata dia, Rabu (24/6).
“Alasannya, kalau ibarat orang tua punya anak, lalu anaknya berkeluarga, nih anak belum punya kerjaan, belum punya rumah, dia ingin pisah dari orang tuanya, kira-kira gimana tuh? Jadi gelandangan kan, nanti orang tua juga yang susah,” tambah pria yang juga menjabat Ketua Umum Jawara Jaga Kampung (Jajaka) Nusantara.
Dia juga meragukan kesejahteraan yang diiming-imingi jika memisahkan diri dari Kabupaten Bekasi. Sebab, tidak ada potensi yang dapat digali untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di utara Bekasi.
“Nah sekarang kalau mau misah, emang di utara punya apa? Oh punya minyak, minyak juga mau habis, itu BBWM aja mau bangkrut malah minta dibuat Hotel, dan nggak semuanya juga hasil minyaknya buat kita kan. Nah sekarang apa yang didapat dari utara, pantai? Emang mau pantai apa yang dikelola. Yang diambil apa? Dari rumah sawah yang diambil pajak PBB-nya? Lah itu juga nggak cukup,” ungkapnya.
Kemudian, bila Kabupaten Bekasi Utara jadi dimekarkan, maka secara otomatis kebutuhan pegawai negeri juga akan banyak. Namun, ia pun sangsi jika putra asli daerah yang akan direkrut.
“Nah pertanyaannya kalau siap, bakal butuh 2-3 ribu orang yang kerja di pemda, apakah itu bakal orang Bekasi asli, belum tentu. Mungkin kalau tahun 60-an bisa jadi PNS, lah sekarang mah nggak bakal bisa, yang ada malah bakal terjadi kecemburuan sosial,” jelasnya.
Untuk itu, Damin menduga orang yang bersikeras untuk memisahkan Kabupaten Bekasi menjadi dua layaknya orang Belanda yang ingin memecahbelah dengan metode Devide Et Impera. Dengan memanfaatkan situasi untuk keuntungan pribadinya dan jauh dari niatan untuk mensejahterakan masyarakat Utara.
“Jadi mau mekar secepatnya emang mau apa? Yang ada itu memecah belah orang Bekasi. Saya satu satunya yang menolak, yang lain pada bego nggak pernah melihat masalah. Diiming-imingi kita bakal begini begitu, kalau bisa jangan manisnya aja, pahitnya juga dikasih tahu. Kalau nggak ada penghasilan boro-boro ngebangun, gaji pegawai juga nggak cukup,” bebernya.
“Yang jelas, yang mau misah itu berarti Belanda Devide Et Empira, memecah belah, mau cari duit itu. Tahu nggak ada seorang kiai jadi korban, diiming-imingi jadi bupati sampai keluar 180 juta. Jadi kalau saya bilang ada oknum cari kesempatan, cari duit,” tambahnya.
Untuk itu, dia menantang kepada orang yang pro terhadap pemekaran untuk berdebat dengannya kaitan dengan kesejahteraan yang dijanjikan.
“Coba 100 orang yang pro lawan saya dah, ayo kita berdebat. Saya masih setuju gabung aja dengan Kabupaten Bekasi, jangan sok-sokan. Bakal sengsara nanti kalau misah itu, yang jelas kalau kita belum siap jangan dipaksain,” tandasnya. (Rmol)