DEMOKRASI.CO.ID - Bukan hanya gurubesar sekelas Prof. Djamester Simarmata, anak muda dari Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (ISMEI) juga siap menerima tantangan Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan untuk debat soal utang negara.
Kami selaku anak muda yang masih belajar ilmu ekonomi siap menerima tantangan Pak Menko. Kapan dan dimana kami siap," kata Wahyu Pratama dari ISMEI, Sabtu (6/6).
Kementerian Keuangan mencatat total utang pemerintah hingga April 2020 mencapai Rp 5.172,48 triliun. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, total utang tersebut meningkat Rp 644,03 triliun atau 14,22 persen.
Total utang tersebut setara dengan 31,78 persen terhadap PDB. Angka tersebut masih dalam batas aman dalam UU 17/2003 tentang Keuangan Negara yang menetapkan batas maksimal rasio utang pemerintah sebesar 60 persen dari PDB.
Data ISMEI, rasio utang pemerintah pada tahun 2019 tercatat 30,2 persen dari PDB. Angka tersebut terus naik dari sejak tahun 2015 yang sebesar 27,4 persen, 2016 tercatat 28,3 persen, 2017 yakni 29,4 persen, dan 2018 yaitu 29,8 persen.
Sementara itu, rasio utang pemerintah diproyeksikan naik hingga 37,6 persen pada 2020, 37,5 persen-38,5 persen pada 2021, 37,5 persen-38,4 persen pada 2022, dan 37,3 persen-38,3 persen pada 2023.
"Artinya, sejak 2015 utang negara Republik Indonesia terus naik. Jika pemerintah dalam merumuskan kebijakan untuk menutupi defisit anggaran belanja negara hanya dengan utang berarti pemerintah tidak kompeten dalam mengelola kas negara, Indonesia ini masih negara berkembang, enggak boleh dibandingkan dengan negara maju seperti Jepang, Amerika, dan Cina," kata Wahyu Pratama.
Menurutnya, PDB Indonesia berbeda dengan negara maju. "Tatanan birokrasi kita juga berbeda, negeri kita mempunya permasalahan utama yang cukup besar yaitu KKN. Maka pengelolaan utang yang besar ketika tidak dikelola dengan baik juga bisa menjadi permasalahan yang cukup besar bagi bangsa ini," lanjut Wahyu Pratama.
Terlebih lagi bagi generasi yang akan datang, pasti akan menjadi beban untuk melunasi utang tersebut. "Jika kabinet hanya taunya utang ya diganti saja lah, banyak kok pakar yang lebih kompoten," ucap Wahyu Pratama.
"Jika utang kita dianggap baik-baik saja selama masih di bawah 60 persen dari PDB apakah pemerintah akan utang sampai 60 persen dari PDB? Kami bukan berarti anti utang, utang perlu jika memang itu diperlukan dan utang itu tak masalah jika memang untuk kesejahteraan masyarakat, utang dikelola dengan bener, sebab utang jika tidak dikelola dengan baik ini akan menjadi momok berbahaya bagi kita semua," tuturnya menambahkan.
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Nasional Jakarta ini mengatakan, soal utang akan menjadi tanggung jawab generasi mendatang juga, bukan hanya generasi saat ini.
"Untuk itu, kami generasi saat ini punya tanggung jawab untuk mempertanyakan hal itu sebagai bentuk moral kami semua ke generasi mendatang. Utang juga bisa mempengaruhi tatanan bernegara kita. Sebagai negara yang berutang, kita berpotensi akan dikontrol oleh negara pemberi utang," tutup Wahyu Pratama.(rmol)