Hal itu terjadi sebelum krisis moneter (Krismon), tepatnya dalam sebuah pertemuan dengan Presiden Bank Dunia kala itu, James D. Wolfenshon, di Jakarta, 4 Februari 1998.
Rizal Ramli yang waktu itu ditemani Ali Sadikin, Emil Salim, Faisal Basri, Anggito Abimanyu, Bambang Widjojanto, Gunawan Muhammad dan sejumlah tokoh aktivis kenamaan lainnya, menyampaikan kritikan terhadap kinerja Bank Dunia di Indonesia.
Petisi kritik yang dibawa Rizal Ramli bersama kawan-kawannya disampaikan secara terang bendarang dimuka James D. Wolfenshon. Di mana awalnya dia meminta kepada Bank Dunia agar menjadikan kunjungan kerjannya ke Asia Timur untuk mengkampanyekan reformasi sistem keuangan dunia.
"Bank Dunia telah menyerukan reformasi luas yang mencakup keuangan daerah dan sektor industri, rezim perdagangan, utang luar negeri, dan lembaga pemerintah. Reformasi ini harus mendorong keterbukaan, transparansi, dan akuntabilitas yang lebih besar," kata RR sapaan akrab Rizal Ramli.
Setelah itu, barulah RR menyampaikan kritikannya atas sikap Bank Dunia yang selalu memberikan pujian dan infus keuangan kepada Indonesia. Padahal menurutnya, pemerintahan orde baru (Orba) telah membuat ekonomi negara jongkok, karena tidak menerapkan akuntabilitas dan transparansi keuangan.
Ditambah lagi, RR juga telah memperingatkan Bank Dunia agar tidak menganakemaskan Indonesia, mengingat capaian defisit neraca berjalan pra krismon sudah sangat besar, dan didukung oleh nilai tukar rupiah yang sudah mulai menanjak tinggi.
Karena itu, Menteri Ekonomi, Keuangan dan Industri (Ekuin) era Presiden Gus Dur ini menekankan, krismon di Indonesia sangat merusak kredibilitas Bank Dunia.
Pasalnya RR melihat Bank Dunia tidak kritis dengan kebijakan keuangan pemerintah Indonesia yang kurang dalam penegakan hukum, baik itu di sektor perbankan maupun terkait sikap ketergantungan pemerintah terhadap pinjaman jangka pendek luar negeri.
"Namun Bank Dunia dalam tinjauan kebijakan 1997-nya, yang dirilis hanya sebulan sebelum dievaluasi oleh Thailand. Dan bahkan sampai akhir Juli 1997, masih mengambil pandangan optimis prospek ekonomi Indonesia," tegas RR di hadapan James D. Wolfenshon.
Karena perlakuan istimewa Bank Dunia terhadap elit keuangan Indonesia kala itu, investor dalam dan luar negeri masih yakin dana pinjaman yang digelontorkan bisa kembali beserta bunga-bunganya. Namun nyatanya Indonesia Krismon. Sehingga kata RR, Bank Dunia telah menyesatkan banyak pihak.
"Dengan mempromosikan argumen bahwa 'semuanya baik dan baik-baik saja', Bank Dunia telah menyesatkan investor domestik dan asing. Bank Dunia juga gagal menghubungkan pinjaman sektor keuangan dengan peningkatan pengawasan, dan pengawasan di atas sektor perbankan yang ekspansif," ungkapnya.
Selain itu, RR juga membongkar praktik hubungan yang saling menguntungkan yang menahun antara pejabat Bank Dunia dan Pemerintah Indonesia.
Sebagai contohnya RR menyebutkan, Bank Dunia sangat gembira dengan menteri RI kala itu yang ingin mengembangkan proyek baru dan menerima kewajiban pinjaman baru, meskipun dalam implementasinya sering terjadi penyelewengan dana rutin.
Yang bobroknya, Bank Dunia seolah bersekongkol dengan para menteri Presiden Soeharto untuk menutupi beban utang yang semakin meningkat, dan setuju untuk tidak membuka secara rinci dari implementasi proyek yang dijalankan.
"Contoh yang sangat mengerikan dari hal ini adalah ‘Bank Poverty Study of Indonesia’ milik Bank Dunia 1990. Ketika pemerintah menolak analisis awal, Bank Dunia setuju untuk merevisi angka-angka tersebut, dan setuju menurunkan angka kemiskinan sebesar 60 persen," beber RR.
"Bank Dunia pun pernah melakukan manipulasi data kemiskinan yang serupa di Filipina, di bawah Presiden Ferdinand Marcos," sambungnya.
Atas dasar itulah kemudian RR menuntut Bank Dunia, terutama James D. Wolfenshon untuk menunjukkan informasi portofolio Bank Dunia di Indonesia secara lengkap. Termasuk pengawasan dan laporan evaluasi dan perincian keuangannya.
"Bank Dunia harus menunjukkan pentingnya akuntabilitas dan mengakui perannya sendiri dalam perumusan kebijakan Indonesia sebelum krisis keuangan. Bank Dunia harus menerima tanggung jawab penuh atas penyimpangan keuangan yang berkaitan dengan proyek," pintanya.
Usai mendengar kritikan pedas RR, James D. Wolfenshon mengakui kesalahan yang diperbuat organisasinya, karena terlalu optimis dalam memprediksi perekonomian Indonesia, yang imbasnya berujung kepada krisis ekonomi berkepanjangan.
"Saya di sini (di Jakarta) setahun yang lalu. Dan saya terperangkap dalam antusiasme. Saya tidak sendiri dalam melihat ekonomi Indonesia yang beberapa waktu sebelumnya bagus," ungkap James D. Wolfenshon kala itu.(rmol)