DEMOKRASI.CO.ID - Sebuah petisi di halaman change.org beredar meminta Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Utara memvonis berat dua terdakwa pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.
Diakses pada Rabu (17/6) sekitar pukul 18.30 WIB, sudah ada 27.218 orang yang menandatangani petisi itu.
Selain meminta agar pengadilan menjatuhkan hukuman lebih tinggi terhadap para terdakwa kasus itu, petisi itu pun mendesak agar negara dapat mengungkap aktor intelektual di balik penyerangan tersebut.
Berdasarkan informasi yang tertera, petisi itu dimulai oleh komunitas SAKTI Indonesia Corruption Watch tiga hari lalu dengan target 35 ribu tanda tangan.
"Kenapa di kasus penyiraman air keras Novel jaksa malah hanya menuntut 1 tahun penjara? Jaksa yang seharusnya jadi representasi negara dalam perlindungan korban kejahatan malah bertindak seolah sebagai pembela terdakwa," tulis Komunitas SAKTI dalam petisi yang diedarkan tersebut.
Komunitas SAKTI menyinggung JPU lain yang pernah menuntut hukuman 15 tahun penjara untuk pelaku dalam kasus serupa, yakni penyiraman air keras. Oleh sebab itu, tuntutan itu dinilai sangat melukai rasa keadilan bukan hanya bagi Novel dan keluarga, tapi juga bagi masyarakat secara luas.
"Ketidakadilan ini yang mendorong kami membuat petisi untuk menuntut keadilan bagi Novel Baswedan, meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk menjatuhkan putusan ultra petita (putusan yang melebihi tuntutan jaksa penuntut umum)," lanjut dia.
Majelis Hakim diketahui dapat menjatuhkan putusan ultra petita yakni sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya dengan dasar Pasal 355 ayat (1) jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang penganiayaan berat berencana ancaman pidana maksimum 12 tahun penjara sebagaimana yang tercantum dalam surat dakwaan primair Jaksa Penuntut Umum.
Komunitas SAKTI mengingatkan bahwa pada pasal 24 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Selain itu juga, disinggung juga mengenai tidak ada satu pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengharuskan hakim memutus sebuah perkara sesuai dengan tuntutan JPU.
JPU sebelumnya menuntut dua terdakwa kasus itu satu tahun penjara. Dia menggunakan dakwaan subsider yakni Pasal 353 ayat (2) KUHP (tentang penganiayaan berencana) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana paling lama tujuh tahun penjara.
Sementara itu, Pasal 355 ayat (1) KUHP (penganiayaan berat) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara yang digunakan Jaksa dalam surat dakwaan, gugur karena berdasarkan fakta persidangan dinilai para terdakwa tidak memiliki niat untuk melukai Novel. []