DEMOKRASI.CO.ID - Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Surabaya Raya telah resmi tidak diperpanjang dan berakhir pada Senin (8/6/2020).
Usulan pemberhentian PSBB Surabaya Raya sebelumnya telah diajukan oleh 3 kepala daerah wilayah Surabaya Raya (Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, dan Kabupaten Sidoarjo).
Sebelum mengakhiri masa PSBB, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa telah memperingatkan bahwa kondisi di Surabaya Raya masih belum aman dari Virus Corona (Covid-19).
Dikutip dari acara KABAR PETANG, Selasa (9/6/2020), awalnya Khofifah menjelaskan bahwa faktor ekonomi menjadi alasan utama di balik diakhirinya masa PSBB Surabaya Raya.
"Alasan terutama dari Kota Surabaya adalah karena faktor ekonomi," kata Khofifah.
Ia mengatakan banyak masyarakat yang akan terbantu dengan diakhirinya masa PSBB Surabaya Raya.
"Yang terdampak dari sektor ekonomi rupanya mereka membutuhkan pelonggaran supaya aspek sumber income (pendapatan), terutama yang sumber income harian itu relatif mereka akan bisa ter-support (terbantu)," paparnya.
Khofifah menekankan bahwa sebelum keputusan untuk mengakhiri masa PSBB, dirinya sudah lebih dulu memperingatkan soal bahaya Covid-19 yang masih tinggi.
"Tapi kami sudah menyampaikannya sejak tanggal 7 malam bahwa kondisi secara epidemiologisnya seperti ini,"ujar dia.
"Kemudian rate of transmission (tingkat reproduksi) memang sudah 1,0 untuk Surabaya."
"Tapi ingat Gresik 1,6, kemudian attack rate-nya (tingkat serangan infeksi) kita menyampaikan bahwa Surabaya ini masih sangat berisiko karena masih 94,1 per 100 ribu penduduk. Ini di atas Jakarta," sambungnya.
Merujuk dari data tersebut, Khofifah bahkan menyimpulkan kondisi Surabaya Raya belum aman untuk mengakhiri masa PSBB.
"Jadi kita menyampaikan risiko-risikonya seperti ini," terangnya.
"Maka ini belum aman."
Khofifah menuturkan peringatan belum aman sudah lebih dari sekali ia sampaikan sebelum akhirnya PSBB Surabaya Raya diakhiri.
"Jadi pesan 'ini belum aman' itu sudah kami sampaikan sejak tanggal 7 malam dan kemarin sebelum pengambilan keputusan kami pun juga menyampaikan kembali," tambahnya.
Gubernur kelahiran Surabaya itu menjelaskan bahwa wewenang soal penanganan bencana alam dan non alam ada di tangan wali kota dan bupati.
"Jadi pada dasarnya setiap ada bencana alam atau non alam maka kewenangan itu ada di kabupaten, kota," ungkap Khofifah.
Khofifah mengatakan ketika dirinya sebagai gubernur mengeluarkan peraturan, peraturan yang selanjutnya diimplementasikan langsung ke masyarakat adalah peraturan yang dikeluarkan oleh wali kota dan bupati.
"Yang lebih implementatif itu adalah peraturan wali kota dan peraturan bupati, keputusan wali kota dan keputusan bupati," urainya.
"Itulah yang akan memberikan nilai imperatif dari regulasi ketika terjadi bencana alam maupun non alam."
Khofifah mengatakan untuk memastikan situasi tetap terkendali setelah berakhirnya PSBB Surabaya Raya, ia telah berdiskusi dengan Forkopimda Jawa Timur untuk merancang pakta integritas.
"Ini harus tetap ada pengait yang bisa mengontrol, bisa memonitor, bisa mengkoordinasikan, dan bisa mensinergikan yaitu dalam bentuk pakta integritas," tandasnya. []