DEMOKRASI.CO.ID - Global Pan Africanism Network atau Jaringan Pan Afrikaisme Global menyoroti pelanggaran HAM berat yang menurut mereka terjadi terhadap warga pribumi kulit hitam di Papua Barat.
Mereka merasa kecewa terhadap cara pemerintah Indonesia dalam menangani kasus pelanggaran HAM tersebut. Menurutnya, cara Indonesia memperlakukan para aktivis Papua dengan memanipulasi rasa keadilan bagai menampar upaya aktivis dalam berjuang melawan Rasisme.
Global Pan Africanism Network (GPAN) adalah organisasi Hak Sipil Internasional dan Pan Afrika untuk menyatukan kembali semua orang keturunan Afrika, mengadvokasi hak-hak dan kebebasan mereka di seluruh dunia.
Dalam suratnya yang ditujukan kepada Presiden Indonesia Joko Widodo, Presiden GPAN, Daniel Mwambonu, mengatakan Indonesia telah melakukan intimidasi terhadap aktivis Papua.
"Aku menulis surat ini untuk mengekspresikan kekecewaanku terhadap cara pihak berwenang Indonesia yang telah mengintimidasi aktivis Papua, di tengah perjuangan kami melawan rasisme dan kolonialisme,' tulis Daniel.
"Orang Papua Barat memiliki hak untuk memprotes dan menggunakan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri sebagai bangsa yang merdeka," lanjutnya.
Daniel menyampaikan atas nama Jaringan Pan Afrikaisme Global, ia menuntut pembebasan segera para aktivis yang telah dijatuhi dakwaan fiktif.
Di dalam surat bertanggal 13 Juni 2020, Daniel menyebutkan beberapa nama.
"Sehubungan dengan ini kami menuntut pembebasan segera dari para aktivis berikut yang telah dijatuhkan dakwaan fiktif, di anatarnya:
- Buchtar Tabuni (Ketua Legislatif ULMWP), dihukum 17 tahun penjara
- Agus Kossay (Ketua KNPB), dihukum 15 tahun penjara
- Steven itlay (Ketua Sektral KNPB Timika), hukuman 15 tahun penjara
- Alexander Gobay (Presiden Dewan Perwakilan Mahasiswa - USTJ), hukuman 10 tahun di penjara
- Irwanus Uropmabin (Pemimpin Sektor KNPB), dihukum 5 tahun penjara
- Hengki Hilapok (Pemimpin Sektor KNPB), dihukum 5 tahun penjara
- Ferry Gombo (Presiden Dewan Perwakilan Mahasiswa- UNCEN), hukuman 10 tahun di penjara."
Daniel pun menegaskan lagi di akhir suratnya agar hak-hak orang Papua Barat harus dihormati sesuai dengan hukum internasional dan
Piagam Hak Asasi Manusia PBB.
Menengok ke belakang, sosok Buchar Tabuni ditetapkan sebagai tersangka atas kasus makar Papua. Sosoknya jarang muncul di Indonesia, namun ia kerap kali muncul di acara-acara Internasional.
Ia pernah mendirikan International Parliamentarian for West Papua (IPWP) 2008. Organisasi ini bertujuan untuk membatalkan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA), Referendum 1969 yang memberikan Indonesia kedaulatan atas wilayah Papua Barat. []