DEMOKRASI.CO.ID - Pernyataan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto yang memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II 2020 akan berada pada minus 7 persen, sedianya menjadi perhatian serius semua pihak.
Terlebih, prediksi tersebut berbeda dengan prediksi yang dismapaikan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati yang hanya minus 3 persen.
Begitu disampaikan Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional (PAN), Dradjad H. Wibowo saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (24/6).
"Wah tinggi sekali kontraksi ekonominya. Jauh lebih jelek dari perkiraan saya, bahkan dari perkiraan Menkeu yang minus 3 persen. Ini berarti ada sesuatu yang salah besar dalam perekonomian kita," ujar Dradjad Wibowo.
Ekonom senior ini menilai prediksi tersebut bisa disebabkan oleh sejumlah faktor. Salah satunya soal penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang tidak disiplin hingga masalah korporasi yang cukup serius dan mengakibatkan kontraksi ekonomi yang lebih besar.
"Kenapa? Karena PSBB di Indonesia kan tidak disiplin. Masyarakat masih banyak yang melakukan kegiatan di luar. Sepertinya benar dugaan awal saya, ada masalah korporasi yang serius dalam perekonomian Indonesia. Saat ekonomi melemah, masalah ini membuat kontraksi ekonomi lebih besar dari semestinya," urainya.
Menurut Dradjad wibowo, jika pada kuartal II tahun 2020 diprediksi sudah mencapai minus 7 persen, maka pada kuartal berikutnya laju pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin mengkhawatirkan. Hal itu diperparah dengan kasus Covid-19 yang belum kunjung melandai.
"Saya sekarang jadi khawatir, secara teknis Indonesia terancam masuk ke resesi ekonomi pada kuartal 3 tahun 2020. Karena, jika benar minus 7 persen, dengan kasus Covid-19 masih tinggi, ada risiko yang cukup tinggi bahwa pertumbuhan kuartal 3 tahun 2020 nol atau negatif," ujarnya.
Atas dasar itu, Dradjad Wibowo meminta pemerintah mesti serius memperhatikan sektor ekonomi tersebut. Yakni dengan memastikan sektor kesehatan harus lebih baik agar daya beli masyarakat kembali meningkat dan dampaknya pada sektor ekonomi itu sendiri.
"Sudah saatnya pemerintah lebih serius mengatasi pandemik Covid-19 ini dari sisi kesehatannya. Lalu jadikan sektor kesehatan sebagai salah satu motor pertumbuhan. Jadikan APBN sebagai pemicu konsumsi rumah tangga, bukan dihamburkan untuk program bermasalah seperti kartu prakerja," pungkasnya. (Rmol)