DEMOKRASI.CO.ID - Tuntutan hukuman yang tidak sesuai dijatuhkan terhadap dua orang terdakwa penyiraman air keras Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Proses penegakan hukum ini mengundang reaksi banyak pihak, salah satu reaksi keras disampaikan Koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak), Lieus Sungkharisma.
Menurut Lieus, tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak sebanding dengan akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan terdakwa Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis kepada Novel.
“Bayangkan, akibat perbuatan kedua anggota Polri itu Novel Baswedan harus menanggung cacat seumur hidup. Masak sih pelakunya cuma dituntut hukuman satu tahun penjara? Dimana letak keadilannya?” ungkap Lieus dalam siaran pers yang diterima Redaksi, Sabtu (13/6).
Lieus menilai, kasus yang dialami Novel Baswedan bukanlah kasus kriminal biasa, melainkan kasus penganiayaan yang terkait dengan tugas pemeberantasan korupsi yang masih bersarang di negara ini.
"Ini kasus penganiayaan luar biasa terkait tugas Novel Baswedan selaku penyidik KPK. Novel pasti tidak akan disiram pakai air keras kalau dia bukan penyidik senior KPK,” ujarnya.
Oleh karena itu, Lieus meminta agar Jaksa Agung untuk mengevaluasi kinerja JPU yang bertugas menangani kasus tersebut.
"Bayangkan saja, setelah kasusnya berlarut-larut hingga berbilang tahun, begitu mulai terungkap siapa pelakunya kok malah tuntutan hukumannya sangat ringan," kritik Lieus.
"Kita jadi merasa keadilan hukum di masyarakat sedang dipermainankan oleh penegak hukum,” tegasnya menambahkan.
Sebagaimana diketahui, dalam sidang tuntutan yang dilaksanakan secara virtual oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara Kamis (11/6) lalu JPU membacakan tuntutan Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis, sebagai terdakwa tindak pidana penyiraman air keras Novel Baswedan.
Rahmat dianggap terbukti melakukan penganiayaan dengan perencanaan dan mengakibatkan luka berat pada Novel karena menyiram Novel menggunakan cairan asam sulfat atau H2SO4.
Sedangkan, Rony yang juga dituntut hukuman satu tahun penjara, dianggap terlibat dalam penganiayaan karena ia membantu Rahmat dalam melakukan aksinya.
Atas perbuatannya itu, Rahmat dan Rony dinilai telah melanggar Pasal 353 Ayat (2) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang penganiayaan berat yang direncanakan terlebih dahulu.(rmol)