DEMOKRASI.CO.ID - Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden ke-45 Amerika Serikat menguak borok demokrasi negeri yang selama ini tampil bak ‘polisi’ demokrasi dunia.
Kampanye ‘hitam’ Trump di musim kampanye Pilpres AS yang rasis, menunjukkan sentimen negatif terhadap imigran kulit warna dan kaum Muslim
Apa yang dilakukan Trump itu kemudian menjadi ‘tabungan’ bara api yang kemudian meledak dalam kerusuhan rasial yang terjadi saat ini.
Demikian disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj dalam keterangannya kepada RMco.id, Jumat (5/6/2020).
“Demokrasi Amerika tengah sekarat karena menghasilkan pemimpin konservatif yang menyeret demokrasi ke titik anti-klimaks dengan retorika-retorika politik liberal yang selama ini dimusuhinya,” ujar Kiai Said.
Kiai Said menilai, perubahan haluan yang drastis dari Presiden yang diusung Partai Demokrat (Obama) ke Presiden yang diusung Partai Republik (Trump) menunjukkan fondasi demokrasi Amerika tidak sekokoh seperti yang didengung-dengungkan.
Diskriminasi rasial dan kesenjangan ekonomi telah menjadi cacat bawaan seperti telah disinggung Gunnar Myrdal sejak 1944 dalam bukunya ‘An American Dilemma’.
Demokrasi Amerika akan terus dihantui oleh pertarungan abadi antara ide persamaan hak dan prasangka rasial.
Keyakinan Myrdal bahwa pada akhirnya demokrasi akan menang atas rasisme tidak terbukti sampai sekarang.
Diskriminasi atas warga Afro-Amerika telah memicu kerusuhan rasial yang terus berulang hingga 11 kali dalam setengah abad sejak 1965.
Kiai Said menyebut, keadilan, persamaan hak, pemerataan, dan perlakuan tanpa diskriminasi terhadap seluruh kelompok masyarakat merupakan nilai-nilai demokrasi yang gagal dicontohkan Amerika.
“Standar ganda yang sering digunakan Amerika dalam isu HAM, perdagangan bebas, dan terorisme menunjukkan wajah bopeng demokrasi yang tidak patut ditiru,” tandas Kiai Said.
Nahdlatul Ulama (NU) memandang, demokrasi masih merupakan sistem terbaik yang sejalan dengan konsep syûrâ di dalam Islam.
Namun, NU menolak penyeragaman demokrasi liberal ala Amerika sebagai satu-satunya sistem terbaik untuk mengatur negara dan pemerintahan.
Indonesia, imbau Kiai Said, tidak perlu membebek Amerika dan negara manapun untuk membangun demokrasi yang selaras dengan jati diri dan karakter bangsa Indonesia.
Demokrasi yang perlu dibangun tetap harus berlandaskan pada prinsip musyawarah-mufakat dalam politik dan gotong royong dalam ekonomi.
Demokrasi yang sejalan dengan penguatan cita politik sebagai bangsa yang nasionalis-religius dan religius-nasionalis.
“Nahdlatul Ulama memandang bahwa kejadian kerusuhan rasial di Amerika saat ini perlu menjadi bahan refleksi serius agar peristiwa serupa tidak terulang di negara mana pun,” pungkas Kiai Said.[psid]