Oleh:Nelly Siringo Ringo
HARI ini, Selasa, 9 Juni 2020 saya telah memulai sidang gugatan Pasal 14 dan 15, UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana di Mahkamah Konstitusi. Dan sidang akan dilanjutkan kembali pada tanggal 22 Juni 2020.
Pasal ini sudah harus dibatalkan, selain tidak sesuai dengan konstitusi yang berlaku, yaitu UUD 1945, pasal ini jelas menjadi alat pembunuh demokrasi.
Perjuangan untuk eksistensi demokrasi juga merupakan perjuangan kemanusiaan dan keadilan. Karena tanpa demokrasi, kehidupan akan kembali ke jaman kolonial.
Buktinya, pasal karet ini menjadi salah satu instrumen yang masih dipakai, padahal ini adalah produk kolonial masa lalu yang di materialkan pada tahun 1946, ketika Republik Indonesia Serikat saat itu belum memiliki KUHP.
Hampir semua aktivis yang dipenjara, dikenakan pasal tersebut. Ini karena pasal tersebut masih berlaku. Oleh karena itu, saya dengan di dampingi tim kuasa hukum, harus menggugat pasal-pasal tersebut dengan jalan konstitusional.
Saya gunakan hak konstitusi sebagai warga negara sekaligus sebagai korban pasal-pasal tersebut, di mana suami saya, Yudi Syamhudi Suyuti yang merupakan aktivis sedang dipenjara karena terkena tajamnya pasal tersebut.
Selain Yudi Syamhudi Suyuti, ada Ruslan Buton, Ali Baharsyah, Farid Gaban, Ravio Patra, aktivis Kamisan juga di tersangkakan pasal-pasal dari UU RIS (Republik Indonesia Serikat). Pasal ini juga mengancam kita semua dan membahayakan kehidupan kemanusiaan.
Melalui gugatan ini, saya berharap Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan saya untuk membatalkan pasal-pasal tersebut.
Pendemi Covid-19 yang saat ini menjadi ancaman di segala sektor kehidupan juga memerlukan pola demokratisasi yang solid untuk mengatasi masalah ini. Yaitu dengan memberikan ruang kebebasan berpendapat, berekspresi dan partisipasi seluas-luasnya.
Karena dengan dasar ini, masyarakat sipil menjadi kuat dan mampu mengambil inisiatif untuk banyak kemajuan. Apalagi pada saatnya, paska Covid-19, segal sektor kehidupan seperti politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan membutuhkan cara pandang baru. Dan ini hanya bisa diatasi dengan majunya demokrasi.
Di Indonesia, pasal-pasal tersebut membuat kemunduran rakyat, bangsa dan negara. Karena mengakibatkan defisit demokrasi. Dan ini sangat berbahaya untuk tegaknya prinsip dan praktek kemanusiaan serta keadilan di Indonesia.
(Koordinator Korban Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI)