DEMOKRASI.CO.ID - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati telah meminta Presiden Joko Widodo menertibkan para pendukungnya atau buzzer yang sudah keterlaluan.
Hanya saja, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Donny Gahral Adian menegaskan bahwa buzzer adalah hal yang wajar di negara demokrasi. Menurutnya, setiap kekuasaan memiliki buzzer yang membela.
Banyak pihak menilai, pihak Istana secara tidak langsung menolak membubarkan buzzer pendukung. Tanpa direncana, buzzer-buzzer penguasa mulai terbongkar kedoknya karena cuitan dan nyinyiran yang membabi buta menyerang siapa saja yang tidak sejalan dengan Presiden Joko Widodo.
Setelah politisi PSI Husin Alwi yang dirongrong netizen gegara mengoleksi gambar porno, kini Dewan Pakar Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Gusnaidi Hetminado alias Teddy Gusnaidi terbongkar hanya berijazah SMK.
Awalnya, Teddy menyoal kebijakan penggunaan dana Haji di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Menurut Teddy, di era kepemimpinan Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, dana haji pun pernah diinvestasikan ke infrastruktur. Lalu ia pertanyakan, mengapa hal tersebut tak bisa dilakukan kembali di era Presiden Jokowi?,” tulis Teddy di akun @TeddyGusnaidi mengutip tulisan di media massa.
@TeddyGusnaidi menyebut SBY melanggar UU nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
Soal tudingan Teddy itu, politisi Demokrat Adamsyah WH di akun Twitter @DonAdam68 membantah tudingan @TeddyGusnaidi.
“Pada tanggal 17 Oktober 2014 UU No. 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji disahkan DPR. Artinya, setelah UU ini terbit, Pengelolaan Dana Haji wajib taat seperti apa yg tertuang dalam UU tsb. Mengerti kau Tol?,” tulis @DonAdam68.
Cuitan @TeddyGusnaidi melebar. Teddy menuding pihak yang menyerukan pemakzulan Jokowi merupakan kelompok pengecut.
Menurut Teddy, pada zaman Orde Baru (Orba), kelompok tersebut tak berani keluar rumah. Anehnya, pada zaman reformasi kelompok itu justru koar-koar pemakzulan Jokowi.
Menanggapi cuitan @TeddyGusnaidi, netizen pun ramai-ramai membongkar latar belakang Teddy yang mengaku sebagai aktivis 1998. Data diungkap. Ternyata di data caleg PKPI, Teddy hanya tercatat sebagai lulusan SMK.
Teddy mengakui memang tidak lulus kuliah, tetapi sempat menjadi siswa di BSI. Kembali lagi Teddy ditelanjangi netizen. Terungkap bahwa Teddy adalah pecatan BSI. Teddy merupakan pecatan AMIK BSI Jakarta dengan status dikeluarkan.
Tak berkutik ditelanjangi netizen, @TeddyGusnaidi: “Nah clear ya.. Tks atas datanya. Tahun 97 masuk, harusnya tahun 2000-an selesai. Sibuk kerja, bermusik dan urus organisasi buruh sehingga walau sudah jalani 6 semester, tidak menyelesaikan tugas akhir, sampai akhirnya dinyatakan DO. Ini contoh yang tidak bagus, jangan ditiru.”
Sindiran keras untuk Teddy pun dilontarkan aktivis buruh Iyut VB. “...Sudah ada tanggapan @TeddyGusnaidi soal data KPU yang seliweran sejak kemarin? Kalo belum, nitip lagi pertanyaan: 1. Gimana caranya sales kartu kredit 1998 bisa pede klaim sebagai aktivis mahasiswa, sementara lulusannya cuma STM?. 2. Gimana caranya jadi caleg dapat suara 0?,” sindir Iyut di akun @kafiradikalis. (*)