logo
×

Jumat, 05 Juni 2020

New Normal, Ke Jakarta Aku Kembali

New Normal, Ke Jakarta Aku Kembali

DEMOKRASI.CO.ID - Ke Jakarta aku kan kembali, walaupun apa yang kan terjadi. Itulah petikan lagu Koes Ploes yang mewakili suasana kebatinan masyarakat yang terjadi saat ini menjelang diterapkannnya protokol new normal.

Hal tersebut dikatakan Alumnus Lemhannas PPSA XXI, AM Putut Prabantoro dalam keterangan tertulis kepada redaksi, Jumat (5/6).

Tidak lama lagi, kata Putut, masyarakat Indonesia yang mudik, yang dirumahkan, yang di-PHK dan yang work from home (WFH) bersiap-siap kembali ke Jakarta untuk mengadu nasib di era new normal.

Kembali ke Jakarta, diurai oleh Putut Prabantoro, adalah lagu Koes Plus yang diciptakan pada tahun 1969 dan termuat dalam album “Deg-Deg Plas”.

Kata dia, “Deg-Deg Plas” adalah ungkapan untuk melukiskan jantung yang berdegub kencang atau berdetak cepat karena berbagai alasan termasuk ketidakpastian, ada ancaman ataupun ada tantangan. Orang Jakarta mengatakan, jantungnya empot-empotan.

“Lagu ini pantas menjadi theme song dari new normal. Limapuluh tahun setelah dirilis, lagu ini ternyata cocok dengan suasana kebatinan masyarakat yang akan masuk dalam tatanan kehidupan baru," kata Putut Prabantoro.

Sambungnya, Jakarta adalah kota pertaruhan hidup di mana jutaan orang menggantungkan nasib dari kerja kasar sampai kerja sangat halus, dari pengemis hingga CEO perusahaan multinasional. 

Karena menguasai 70 persen perputaran uang seluruh Indonesia, Jakarta bukan hanya milik warga Jakarta yang berjumlah 10,4 juta per tahun 2018. Jakarta juga milik warga Jabodetabek, Banten, Jawa Barat dan yang berasal dari berbagai Indonesia meski tidak memiliki KTP Jakarta.

Kembali ke Jakarta, lanjutnya, adalah ungkapan yang sering terdengar setelah libur lebaran di mana sebagian besar warga Jakarta dan Bodetabek kembali ke ibukota Indonesia untuk mengadu nasib selama setahun lagi. Tidak hanya para pemudik yang kembali ke Jakarta tetapi juga para pendatang baru ikut serta.

Namun lebaran tahun 2020 berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Karena ada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), jumlah pemudik menurun drastis.

Tercatat jumlah kendaraan yang mudik berjumlah 465.582 pada H-1 atau turun 62 persen dari tahun 2019. PSBB ini sekaligus juga meniadakan tradisi dan menghentikan arus silaturahmi di kota-kota besar hingga kampung-kampung. Dan sebagai gantinya, sebagian besar masyarakat memilih mudik di rumah masing-masing karena pandemi Covid-19.

“Oleh karena itu, kembali ke Jakarta dapat diartikan pergerakan  masyarakat Indonesia kembali ke business as usual, kerja seperti biasa dengan melanjutkan hidup setelah terhenti oleh pandemik," jelasnya.

Realitas mengatakan lain karena Jakarta tidaklah sama. Kata Putut, Covid-19 telah menghancurkan hampir seluruh industri dan menciptakan penambahan angka pengangguran, angka kemiskinan serta ketidakpastian di masa depan.

"Pandemi ini telah menghancurkan sektor perdagangan dan industri yang terkait dengan interaksi antar manusia seperti restoran, transportasi, pengiriman, penginapan dan pariwisata. Dampaknya adalah, setidaknya 2,0 juta karyawan dari 116.360 perusahaan di PHK atau dirumahkan per April 2020," urainya.

"Dibutukan waktu yang cukup lama untuk memulihkan kondisi seperti sebelum Covid. Namun rasanya, hidup sudah tidak sama karena Jakarta dan kota-kota lain tempat tujuan mengadu nasib sudah berada dalam tatan kehidupan baru," imbuhnya menambahkan.

Pemerintah daerah di seluruh Indonesia mulai mengkondisikan masyarakatnya untuk dapat melanjutkan hidup dalam habitus baru. Berbagai cara dilakukan untuk meminimalisir risiko dari pergerakan kembali ke Jakarta.

Pembatasan Sosial Berskala Lokal (PSBL), Pembatasan Sosial Berskala Mikro (PSBM), desentralisasi lokal di akar rumput atau apapun namanya masih dalam rangka mengantarkan masyarakat untuk melanjutkan hidup sehari-hari termasuk berbagai protokol kesehatan yang terus disosialisasikan.

“Alasannya adalah, dalam habitus baru terdapat dua kelompok yang saling berbeda pendapat. Kelompok pertama yakin Covid-19 itu memang ada dan kelompok kedua merasa covid-19 tidak ada. Perbedaan keyakinan ini memunculkan masalah baru dan menempatkan upaya mewujudkan tatanan kehidupan baru sebagai usaha yang sia-sia," katanya lagi.
Menurutnya, hanya waktu yang akan menentukan kekhawatiran menjadi kepastian ataukah keragu-raguan menjadi kemantaban mengingat di banyak tempat. Kedua kelompok ini akan bertemu.

"Koes Plus cukup jeli untuk melukiskan kondisi masyarakat pada saat ini, Ke Jakarta Aku Kan Kembali, Walaupun Apa Yang Kan Terjadi,” demikian Putut. (Rmol)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: