DEMOKRASI.CO.ID - Direktur Amnesty International Indonesia (AII), Usman Hamid, menyoroti aksi rasisme terhadap mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya, Jawa Timur. Pada Agustus-September 2019, sekelompok organisasi masyarakat menyerang asrama mahasiswa Papua dan menuduh mereka membuang bendera merah putih ke saluran air.
Peristiwa tersebut menimbulkan kemarahan besar dari masyarakat, diikuti rangkaian aksi protes di kota-kota besar, termasuk Papua. Sebagian besar aksi protes menentang rasisme itu diselenggarakan secara damai. Tapi, para pendemo justru ditangkap oleh polisi atas tuduhan makar yang diatur dalam Pasal 106 dan 110 KUHP.
“Mereka dipenjara dan diancam hingga pidana seumur hidup,” kata Usman di Jakarta, Selasa (9/6).
Berdasarkan hasil pemantauan Amnesty International, setidaknya terdapat 96 orang yang ditangkap karena mengungkapkan ekspresi serta pendapat secara damai. Aksi damai itu untuk merespon tindakan rasisme yang terjadi di Malang dan Surabaya.
“Seharusnya polisi memfasilitas mereka yang ingin menyampaikan pendapat secara damai. Jika para demonstran memang terbukti melakukan kekerasan atau anarkisme, tindakan hukumnya juga harus proporsional dan tanpa kekerasan,” ucap Usman.
Usman menilai hak atas kebebasan berekspresi yang dilakukan secara damai harus dilindungi. []