DEMOKRASI.CO.ID - Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan maklumat perihal Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang saat ini dibahas oleh para anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Dalam maklumat itu disebutkan, bahwa tidak dicantumkan TAP MPRS Nomor 25/MPRS/1966 Tahun 1966 tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia, dan pernyataan PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, dan larangan setiap kegiatan atau mengembangkan paham atau ajaran komunis Marxise-Leninisme adalah sebuah bentuk pengabaian terhadap fakta sejarah yang sadis, biadab dan memilukan yang pernah dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia.
"Sehingga sama artinya dengan persetujuan terhadap pengkhianatan bangsa tersebut," kata Wakil Ketua Umum MUI, Muhyiddin Junaidi di Jakarta, Sabtu, 13 Juni 2020.
Ia menjelaskan, bahwa RUU HIP telah mendistorsi substansi dan makna nilai-nilai Pancasila, sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD Tahun 1945.
"Kami memaknai dan memahami bahwa pembukaan UUD Tahun 1945 dan batang tubuhnya telah memadai sebagai tafsir dan penjabaran paling otoritatif dari Pancasila, adanya tafsir baru dalam bentuk RUU HIP justru telah mendegradasi eksistensi Pancasila," katanya.
Menurutnya, RUU HIP memeras Pancasila menjadi Trisila, lalu menjadi Ekasila yakni "Gotong Royong", adalah nyata-nyata merupakan upaya pengaburan dan penyimpangan makna dari Pancasila itu sendiri, dan secara terselubung ingin melumpuhkan keberadaan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa yang telah dikukuhkan dengan Pasal 29 Ayat (1) UUD Tahun 1945, serta menyingkirkan peran agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian hal ini adalah bentuk pengingkaran terhadap keberadaan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD Tahun 1945 sebagai Dasar Negara, sehingga bermakna pula sebagai pembubaran NKRI yang berdasarkan pada 5 Sila tersebut;
Ditolak tanpa kompromi
Untuk itu MUI meminta kepada Fraksi-Fraksi di DPR RI untuk tetap mengingat sejarah yang memilukan dan terkutuk yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia terutama peristiwa sadis, dan tak berperikemanusiaan yang mereka lakukan pada Tahun 1948 dan Tahun 1965 khususnya.
Namun pascareformasi para aktivis dan simpatisannya telah melakukan berbagai upaya untuk menghapus citra buruknya di masa lalu dengan memutarbalikan fakta sejarah, dan ingin kembali masuk dalam panggung kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Keberadaan RUU HIP patut dibaca sebagai bagian dari agenda itu, sehingga wajib RUUP HIP ini ditolak dengan tegas tanpa kompromi apapun," tegasnya.
Untuk itu, MUI pantas mencurigai bahwa konseptor RUU HIP ini adalah oknum-oknum yg ingin membangkitkan kembali paham dan Partai Komunis Indonesia, dan oleh karena itu patut diusut oleh yang berwajib
Maka dari itu, ia meminta dan mengimbau kepada umat Islam Indonesia agar tetap waspada, dan selalu siap siaga terhadap penyebaran paham komunis dengan perbagai cara dan metode licik yang mereka lakukan saat ini.
Serta, mendukung sepenuhnya keberadaan TNI sebagai penjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI sekaligus pengawal Pancasila. Karena itu, jika ternyata ada indikasi penyebaran paham komunis dengan pelbagai cara dan kedok, mari segera laporkan kepada pos atau markas TNI terdekat.
Tentunya, Muhyiddin menegaskan, bila maklumat ini diabaikan oleh Pemerintah Republik Indonesia, maka kami Pimpinan MUI Pusat dan segenap Pimpinan MUI Provinsi se-Indonesia mengimbau umat Islam Indonesia agar bangkit bersatu dengan segenap upaya konstitusional untuk menjadi garda terdepan dalam menolak paham komunisme dan berbagai upaya licik yang dilakukannya, demi terjaga dan terkawalnya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.[viva]