DEMOKRASI.CO.ID - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengungkap alasan berkali-kali meminta Presiden Joko Widodo turun tangan dalam kasus penyiraman air keras yang dilakukan polisi.
Dalam program Mata Najwa, Rabu (17/6) malam, Novel menyebut Jokowi harus turun tangan karena ada "orang kuat" di balik kasus penyerangan terhadap dirinya.
"Kalau kita lihat negara kita presidensial, artinya seluruh aparatur itu di bawah presiden. ketika melihat hal itu sangat relevan sebetulnya. Ditambah lagi ini masalah sudah melibatkan orang yang begitu kuatnya," kata Novel kala menjawab soal penuntasan kasusnya.
Namun dalam kesempatan itu Novel tak menyebut siapa orang kuat yang dimaksud. Dia hanya menekankan keberadaan orang kuat itu membuat kasus ini mustahil terbongkar tanpa kehadiran Jokowi.
Novel bilang masih ada sekitar sepuluh kasus penyerangan terhadap pegawai KPK lainnya yang juga belum tuntas. Dia menduga ada orang kuat yang sama berada di balik kasus-kasus tersebut.
Orang kuat itu, kata Novel, adalah pihak yang merasa kepentingannya terganggu oleh kerja-kerja KPK. Menurutnya, pemerintah harus segera turun tangan agar pihak itu tidak semakin kuat menggangu KPK.
"Ketika ada kejahatan dilakukan terus menerus, menghalangi atau menghambat suatu upaya kebaikan maka kalau dibiarkan seolah-olah kuat. Oleh karena itu harus direspons agar mereka tidak kuat," tutur Novel.
Lihat juga: Istana soal Novel: Jokowi Yakin Lembaga Hukum Independen
Dalam kesempatan itu, Novel juga sempat menyindir keberpihakan Jokowi dalam agenda pemberantasan korupsi. Dia berkata Jokowi harus bertindak untuk menunjukkan keberpihakannya.
Beberapa cara di antaranya adalah melakukan pengawasan terhadap kasus penyerangan terhadap Novel dan membentuk tim pencari fakta independen yang bekerja di bawah presiden.
"Apabila Presiden bersikap, maka benar dia antikorupsi, tapi jika tak bersikap, saya khawatir orang akan melihat seolah-olah presiden tidak mendukung pemberantasan korupsi," tandas Novel.
Merespons hal itu, Istana bilang Jokowi tak bisa melakukan intervensi. Namun Istana memastikan Jokowi berharap kasus Novel diputus seadil-adilnya.
"Presiden tetap memiliki komitmen yang kuat dalam hal ini dan beliau percaya pada independensi lembaga penegakan hukum yang dimiliki negara ini," tutur Juru Bicara Presiden Bidang Hukum, Dini Shanti Purwono, Kamis (18/6).
Publik telah dihebohkan dengan readyviewed tuntutan rendah dalam persidangan kasus penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Jaksa penuntut umum hanya menuntut dua terdakwa, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dengan pidana satu tahun penjara.
JPU menyebut beleid Pasal 355 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang mengatur pidana maksimal 12 tahun tidak terbukti. Jaksa beralasan dua pelaku tak sengaja melakukan penganiayaan berat saat menyerang Novel. []