DEMOKRASI.CO.ID - Pemerintah mengidentifikasi Covid-19 yang berbeda di dua episentrum penyebaran virus corona di Indonesia. Menteri Riset Teknologi dan Kepala Badan Riset Inovasi (Menristek-BRIN) Bambang Brodjonegoro mengatakan ada perbedaan antara virus yang berkembang di Surabaya dengan di Jabodetabek.
Bambang mengatakan, dua klasifikasi tersebut berasal dari identifikasi sample virus di Indonesia, yang sudah didefenisikan oleh GISAID, atau bank data influenza internasional. Salah satu virus yang ditemukan di Tanah Air berasal dari Eropa.
"Ada sedikit perbedaan antara virus yang berkembang di Surabaya, dan di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi)," kata Bambang dalam acara diskusi pada Selasa (9/6).
Bambang menjelaskan, dalam data bank influenza internasional (GISAID), sudah ada enam kategori Covid-19 di seluruh dunia. Sample tersebut, menjadi basis riset seluruh negara, pun konsorsium obat-obatan untuk menemukan vaksin, pun bahan farmasi penyembuhan.
Pemerintah, kata Bambang, ikut berpartisipasi dengan menyerahkan 13 sample atau whole genom secuencing virus corona yang ada di Indonesia. Tiga belas sample yang diserahkan ke GISAID tersebut, hasil dari riset internal di dua lembaga bio molekuler Eijkman di Jakarta, dan Airlangga di Surabaya. "Tujuh dari Eijkman, dan enam dari Unair (Universtias Airlangga)," ujarnya.
Basis virus yang berasal dari Jabodetabek dan Surabaya tersebut, menurut GISAID, kata Bambang, dua diantaranya masuk dalam kategori corona Eropa. Sementara 11 lainnya, berstatus others atau belum teridentifikasi, atau di luar enam daftar Covid-19 global.
"Dua yang kategori (Covid-19) Eropa itu, ada di Surabaya. Sebelas (yang lainnya) masih others, ucap Bambang.
Artinya, kata Bambang, saat ini, ada minimal dua kategori Korona yang tersebar di episentrum pandemi Covid-19 di Indonesia. Bambang menerangkan, identifikasi corona yang tersebar di Indonesia penting sebagai basis pengembangan vaksi.
Sekarang ini, Bambang bilang pemerintah menempuh dua jalur pengembangan vaksin. Pertama, memastikan pengembangan vaksin mandiri. Kedua, lewat jalur pembelian ke nagara-negara yang menemukan vaksin. Namun, sampai hari ini, kata Bambang, belum ada satupun negara, pun konsorsium farmasi yang berhasil menemukan vaksin. []