DEMOKRASI.CO.ID - Pencalonan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka sebagai Walikota Solo dan menantunya, Bobby Afif Nasution sebagai Walikota Medan telah menyibak perkembangan politik dinasti di Indonesia.
Itu pun disoroti oleh berbagai media asing, salah satunya The Strait Times dari Singapura. Melalui sebuah artikel berjudul "Mayoral bids by Indonesia President Jokowi's son And son-in-law spark 'political dynasty' debate" yang dirilis pada Rabu (24/6).
Pada akhir Mei, rival Gibran, Achmad Purnomo diketahui mundur dari pencalonannya pada karena merasa "tidak nyaman" untuk mencalonkan diri di tengah-tengah pandemik Covid-19.
Baik Gibran dan Achmad Purnomo merupakan calon yang diusung oleh PDIP. Gibran diusung oleh DPP PDIP Jawa Tengah, sementara Achmad Purnomo diusung oleh DPC PDIP Kota Solo.
Namun menurut Direktur Eksekutif Nagara Institute, Akbar Faizal kepada The Strait Times, pengunduran diri Achmad Purnomo merupakan bentuk budaya masyarakat Jawa, di mana seseorang akan merasa tidak nyaman untuk melawan orang yang mereka yakini memegang kekuasaan.
"Juga, mereka merasa, tidak mungkin menang melawan putra presiden," tambahnya.
Selain Gibran, menantu Jokowi, Bobby juga telah mencalonkan diri sebagai Walikota Medan dengan tiket yang sama, dari PDIP.
Pencalonan anak dan menantu Jokowi sendiri dianggap telah mengecewakan publik. Pasalnya, selama ini Jokowi dikenal dan dielu-elukan karena, salah satunya, berusaha untuk menjauhkan keluarganya dari politik.
"Orang-orang menganggapnya lebih dari politisi, tetapi seorang negarawan yang tidak mengutamakan kepentingan keluarganya. Itu telah menjadi kekuatannya selama ini. Itu membuatnya sangat menarik dan memberi orang rasa harapan. Jadi sekarang, banyak yang kecewa karena dia telah memberikan berkahnya kepada putra dan menantunya," ujar pakar politik dari Universitas Paramadina, Dr Djayadi Hanan.
Dalam artikelnya, The Strait Times menulis, nominasi Gibran dan Bobby berfungsi untuk memicu asumsi bahwa Jokowi ingin membuat dinasti politik. Ini pun diperkuat oleh pernyataan Akbar Faizal.
"Nominasi (dari keluarga Jokowi) menunjukkan bahwa dinasti politik tidak hanya tumbuh, tetapi berkembang," ujar Akbar Faizal.
Seperti dikatakan Akbar Faizal, politik dinasti sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh berbagai pemimpin dan politisi di Indonesia.
Pada pemilihan kepala daerah (pilkada) akhir tahun ini saja, putri Wakil Presiden Maruf Amin, Siti Nur Azizah juga ikut bersaing untuk menjadi Walikota Tangerang Selatan.
Putri Presiden Soekarno, Megawati Soekarnoputri menjadi presiden kelima Indonesia. Putri Mega, Puan Maharani menjadi Ketua DPR.
Kemudian putra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti saat ini tengah digodok untuk meneruskan kekuasaan.
Dan saat ini, dua anggota keluarga Jokowi yang tidak memiliki pengalaman di bidang politik, berusaha ikut masuk dalam pemerintahan.
“Apa kualifikasi mereka? Apa kemampuan mereka, rekam jejak mereka?" ujar Djayadi Hanan.
Mengingat saat ini tidak ada aturan yang mengatur mengenai pencalonan kerabat politisi untuk jabatan publik. para pakar menyarankan agar pemerintah dan partai politik meningkatkan kriteria pemilihan. Di mana kualitas pendidikan di bidang politik dan administrasi harus ditingkatkan. []