DEMOKRASI.CO.ID - Pemerintah kembali merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi. Pada kuartal II 2020, Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi pertumbuhan ekonomi akan mengalami kontraksi alias minus 3,8 persen.
Proyeksi tersebut melebar dari yang disampaikan Sri Mulyani pada Selasa (16/6). Saat itu, dia memproyeksi ekonomi global minus 3,1 persen selama April-Juni 2020.
“Namun kuartal II kita alami tekanan, kemungkinan dalam kondisi negatif, BKF (Badan Kebijakan Fiskal) bilang negatif 3,8 persen,” ujar Sri Mulyani dalam video conference, Jumat (19/6).
Menurut dia, perekonomian hingga akhir tahun dan 2021 juga akan tergantung pada semester kedua ini. Artinya, pemulihan ekonomi di kuartal III dan IV akan menentukan perekonomian di tahun mendatang.
“Jadi kondisi apakah semester dua atau kuartal III dan kuartal IV, apakah kita sudah bisa pulih, sudah tertuang dalam postur APBN yang baru,” jelasnya.
Hingga akhir tahun ini, pemerintah memproyeksi pertumbuhan ekonomi sebesar minus 0,4 persen hingga maksimal 1 persen. Menurut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu, perekonomian sulit akibat aktivitas ekonomi yang juga tertekan dengan adanya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Dia pun memproyeksi konsumsi rumah tangga hanya akan tumbuh 0 persen di kuartal II 2020. Angka ini jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 2,84 persen (yoy) maupun periode yang sama 2019 sebesar 5,02 persen (yoy).
Hal tersebut juga bisa dilihat dari laju inflasi yang rendah. Pada Mei 2020 atau saat Idul Fitri, laju inflasi hanya 0,07 persen (mtm). Inflasi Lebaran tahun ini merupakan yang terendah sejak 1978.
“Kami perkirakan kuartal II konsumsi rumah tangga yang tadinya masih bisa tumbuh 3 persen akan alami pelemahan lebih lanjut di 0 persen,” kata Sri Mulyani saat rapat virtual dengan Badan Anggaran DPR RI, Kamis (18/6).
Sementara di tahun depan, otoritas fiskal memproyeksi pertumbuhan ekonomi mampu tumbuh 4,5 persen hingga 5,5 persen. Namun menurutnya, proyeksi tersebut bisa dicapai jika konsumsi rumah tangga, investasi dan perdagangan internasional kembali pulih dan Indonesia tidak mengalami pukulan akibat gelombang kedua COVID-19.
"Perkiraan pertumbuhan ekonomi pada rentang 4,5-5,5 persen tersebut diasumsikan ditopang oleh konsumsi masyarakat, investasi dan perdagangan internasional yang berangsur pulih, setelah pukulan terberat akibat COVID-19 mulai mereda, dan tidak terjadi pukulan kedua (second wave) dari penyebaran COVID-19," tambahnya. []