Oleh: Salamuddin Daeng
LAPORAN keuangan Pertamina tahun 2019 belum beres. Belum ada tanda-tanda perusahaan BUMN terbesar di tanah air ini akan menyelesaikan laporan keuangan 2019.
Padahal ini sudah bulan Juni 2020, seharusnya Pertamina sudah menyiapkan laporan kuartal pertama tahun 2020. Tiba-tiba RUPS dan keputusannya ganti direksi Pertamina, rombak seluruh organisasi Pertamina, unbundling seuruh rantai pasok Pertamina, dan liberalisasi seluruh usahanya.
Ini Pertamina bukannya global oil company, perusahaan kelas dunia? Masuk 500 Fortune, tapi menyelesaikan laporan keuangan mendekati tepat waktu saja tidak dijalankan. Menteri BUMN enteng-enteng saja, dan tidak berusaha berbuat agar laporan keuangan BUMN beres.
Kalau mengurus perusahaan pribadi boleh saja cara begini. Tapi mengurus perusahaan negara, milik bangsa, milik rakyat, ya mestinya memenuhi kaidah transparansi, akuntabilitas, yang menjadi nilai nilai universal dalam mengelola keuangan negara dan BUMN.
Pertanyaannya, tanpa laporan keuangan, apa dasarnya semua keputusan menteri BUMN? Direksi yang sebelumnya berprestasi atau tidak? Organisasi yang ada bekerja dengan baik atau tidak? Apa ukuran-ukurannya?
Atau ini hanya langkah “kebelet pipis” kementerian BUMN untuk melalukan liberalisasi rantai supply Pertamina agar kepentingan oligarki politik makin leluasa bermain di dalamnya? Atau hanya ini untuk mengacaukan Pertamina agar terpuruk.
Pertamina bangkrut kan bagus bagi oligarki. Bisnis Pertamina bisa ditelan habis oleh mereka. Ini dugaan.
Hanya bermodalkan keputusan menteri BUMN yang langsung dianggap sebagai RUPS Pertamina, maka dipreteli semua lini usaha Pertamina. Tanpa dasar, tanpa argumentasi, tanpa studi ilmiah, tanpa kajian akademik, bahkan lebih memalukan sekali tanpa laporan keuangan tahun 2019, padahal ini sudah bulan Juni 2020.
Jangan-jangan ada usulan pihak lain? Pihak asing di balik obrak-abrik organisasi Pertamina ini? Kalau memang ada, maka harus terbuka kepada rakyat.
Bukankah Menteri BUMN kita pemain bisnis kelas dunia, berpengalaman internasional, sepak terjangnya dalam bidang keuangan dan segala macam urusannya tak dipertanyakkan lagi. Tapi mengelola BUMN agar laporan keuangannya tepat waktu saja tidak bisa.
Jadi ini BUMN kita sedang diurus dengan teori apa? Yang lebih enteng lagi, urusan harga BBM dan listrik yang seharusnya menjadi kekuatan untuk menolong rakyat dalam tekanan wabah corona, malah harganya enggak karuan.
Konsumen merasakan tarif listrik mencekik dan harga BBM tidak mau turun. Padahal rakyat sedang bergelut dengan wabah, dan harga energi primer secara global sedang turun. Ini bahkan bukan bisnis yang profesional, ini sudah mencekik!
Jadi Menteri BUMN hendaknya menyelesaikan dulu, atau minta BUMN termasuk Pertamina menyelesaikan laporan keuangannya. Katanya, langkah mempreteli atau mengacak-acak organisasi Pertamina sekarang agar perusahaan lebih lincah, lebih adaptif terhadap perkembangan global, lah apa ini gombal?
Laporan keuangan saja enggak becus, bagaimana mau bicara lebih lincah. Jangan-jangan lincah yang lain?