Oleh:M. Rizal Fadillah
KEEMPAT partai politik atau fraksi di parlemen yaitu Golkar, Gerindra, Demokrat, dan Nasdem memiliki akar keberangkatan yang sama. Ketua umum tiga Partai Prabowo, SBY, dan Surya Paloh memiliki kesejarahan sama dalam berkiprah atau menjadi bagian dari Golkar.
Adapun Golkar yang awalnya Sekber Golkar didirikan untuk mengantispasi eskalasi politik di masa Orde Lama yang dekat atau mengakomodasi aliran politik komunisme melalui perjuangan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Agak ironis ketika RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang oleh masyarakat disebut berbau komunis dan Orde Lama, keempat partai tersebut baik Golkar, Gerindra, Demokrat, maupun Nasdem justru mendukung disahkannya RUU HIP sebagai inisiatif Dewan.
Padahal konten RUU ini terbaca kasat mata dapat disebut "nyeleneh" dan "mundur ke belakang".
Semua tahu dalam RUU HIP ini Tap MPRS No XXV/MPRS/1966 yang berhubungan dengan PKI dan larangan penyebaran Komunisme/Marxisme-Leninisme telah di "out" dari Konsiderans.
Lalu Pancasila, Trisila, Ekasila tertuang secara eksplisit dalam pasal, serta nilai-nilai agama dan ketuhanan yang diberi alas kebudayaan. Agama yang direndahkan.
Jika tetap berjalan mulus skenario politik bahwa wujud RUU HIP ini menjadi undang-undang, maka keempat partai di atas tentu dapat dipandang oleh rakyat dan bangsa Indonesia telah "lupa kacang dari kulitnya" atau lebih berat predikatnya adalah telah "menghianati" misi awal dari kelahirannya yang anti PKI dan Komunisme.
Nilai relijiusitas yang dihormati pun telah diabaikan. Sekularisme dan pragmatisme telah menjadi pilar.
Saatnya koreksi diri dari sikap politik mengentengkan masalah sehingga RUU HIP yang bernuansa Orde Lama ini dapat lolos dengan mudah. Jika telah menjadi UU maka dipastikan akan menjadi landasan untuk melakukan sosialisasi Pancasila dalam versi yang keluar dari makna dan rumusan 18 Agustus 1945.
Konsensus yang dicapai dengan susah payah akhirnya justru hancur. Konflik ideologi pun terpaksa harus terjadi lagi.
Golkar, Gerindra, Demokrat, dan Nasdem kembalilah ke jalan yang benar. Jalan adil dan konsensus. Bukan terbawa arus permainan kekuasaan yang menyandera. Koalisi adalah hal yang wajar tetapi kemandirian ideologis harus tetap terjaga.
RUU HIP membuat langkah goyah dalam perspektif ideologi Pancasila yang tersimpangkan.
Jangan karena sejumput kekuasaan telah mengubah pendirian dan belok dari prinsip perjuangan. Lalu terjajah oleh dinamika. Akhirnya rakyat merasa dikorbankan oleh permainan yang sebenarnya tidak menyentuh kepentingan rakyat itu sendiri.
Aspirasi rakyat yang menolak RUU HIP moga ditangkap. Muatan Haluan Ideologi Pancasila buka porsi undang-undang tetapi ketetapan MPR. Keliru menurunkan Pancasila menjadi nilai instrumental.
Rakyat menolak karena ada "down grade" kewibawaan ideologi Pancasila. Undang-undang itu bukan tempat yang tepat untuk mengatur "staats fundamental norm".
Moga pada tahapan ini pilihan cerdas dan jernih dapat diambil. Tarik dan hentikan pembahasan RUU.
Bawa ke ruang yang lebih terhormat dan tepat menurut konstitusi untuk menuangkan "Haluan Ideologi Pancasila" sebagai produk hukum MPR yaitu Ketetapan MPR.
Kembalilah ke jalan yang benar.
(Pemerhati politik dan kebangsaan.)