DEMOKRASI.CO.ID - Pelonggaran kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang prematur akan memperlambat recovery atau pemulihan ekonomi. Presiden Joko Widodo harus segera sadar dengan kenyataan tersebut.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai bahwa kekhawatiran adanya gelombang kedua kasus Covid-19 harus jadi konsen utama saat ini. Di mana jumlah kasus positif telah mencapai lebih dari seribu orang setiap harinya.
"Di sisi lain pemerintah juga mestinya sadar, pelonggaran PSBB yang prematur akan memperlambat recovery. Kebijakan pelonggaran PSBB yang terburu-buru justru blunder," ucap Bhima Yudhistira kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (18/6).
Bagi Bhima, laju ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 yang diprediksi anjlok di angka minus 3,1 persen belum akan menjadi yang terparah. Dia yakin pasca pelonggaran PSBB ekonomi akan semakin terjun bebas, sebab bidang ekonomi akan semakin melambat.
“Apalagi realisasi stimulus rendah sekali. Misalnya stimulus dunia usaha baru terserap 6,8 persen dan stimulus kesehatan 1,84 persen. Jadi kemampuan pemerintah untuk menggerakkan ekonomi lewat stimulus sangat terbatas," jelas Bhima.
Dari sisi kinerja ekspor tertekan oleh outlook ekonomi global yang hadapi krisis lebih hebat dari 1998 dan 2008. Situasi cenderung memburuk di tujuan utama ekspor," sambungnya.
Terakhir, Bhima mengingatkan bahwa yang dihadapi Indonesia adalah tiga krisis yang datang secara bersamaan, yaitu krisis ekonomi, krisis kesehatan, dan krisis psikologis masyarakat. (Rmol)