DEMOKRASI.CO.ID - Kuasa Hukum Tim Pembela Kebebasan Pers, M Isnur menilai kesalahan pemerintah sangat serius setelah PTUN Jakarta memvonis bersalah Presiden Jokowi dan Menkominfo Johnny G Plate atas kebijakan memblokir internet di Papua dan Papua Barat, 2019 lalu.
Menurutnya, vonis bersalah yang dijatuhkan kepada Jokowi dan menterinya sama dengan perbuatan melawan konstitusi yang diatur dalam UUD 1945 bahwa Indonesia Negara Hukum, sementara pemutusan internet di Papua tanpa dasar hukum yang jelas.
"Jadi kalau ada tindakan pemerintah yang melanggar melawan hukum berarti tindakan tersebut bertentangan atau melawan konstitusi, sedangkan pemerintah, presiden, menteri, dan lain-lain semuanya diambil sumpah, semuanya diambil janji, dan lain-lain untuk taat dan melaksanakan konstitusi," kata M Isnur dalam jumpa pers virtual di akun Youtube YLBHI, Kamis (4/6/2020).
Meski mempunyai hak mengajukan banding, Isnur menganggap alangkah lebih baik jika pemerintah mengikuti vonis pengadilan dan mengakui kesalahannya melanggar hukum karena memutus internet di Papua.
"Jadi kalau presiden masih ngotot mengeluarkan kebijakan tanpa dasar hukum atau melanggar hukum di kemudian hari, berarti dia sudah men-declare diri menentang konstitusi, dampaknya sangat serius kalau dia tidak bergeming menaati perintah pengadilan," ucapnya.
Isnur kemudian menanggapi pernyataan Menkominfo Jhonny F Plate yang membuat pernyataan bahwa internet Papua bukan diputus pemerintah melainkan terputus akibat kerusakan infrastruktur karena kerusuhan pada saat itu.
"Kalau di Jepang pejabatnya sudah harakiri, di Korsel sudah mengundurkan diri pejabatnya, di kita malah buat statement 'itu kan karena kerusakan infrastruktur' oh my god, ini menteri seperti ini?," kata dia.
Sebelumnya, PTUN Jakarta menyatakan tindakan pemerintah melakukan pemutusan akses internet di Provinsi Papua dan Papua Barat pada Agustus dan September lalu merupakan perbuatan melawan hukum.
"Menyatakan bahwa tergugat 1 (Menkominfo) dan tergugat 2 (Presiden RI) terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dalam tindakan melakukan internet shutdown di Papua dan Papua Barat pada 2019," kata Ketua Majelis Hakim PTUN Jakarta, Hakim Ketua Nelvy Christin saat membacakan amar putusan di persidangan, Rabu (3/6/2020).
Majelis Hakim menyebutkan, bahwa eksepsi tergugat 1 dan tergugat 2 dalam hal ini Menteri Komunikasi dan Informatika dan Presiden Joko Widodo tidak diterima dalam pokok perkara. Kemudian mengabulkan gugatan para penggugat, yakni Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Pembela Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara/SAFENet.
Hakim menyebutkan sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah, di antaranya; Pertama, tindakan pemerintah yang melakukan perlambatan akses bandwith internet di beberapa wilayah provinsi Papua dan Papua Barat pada 19 Agustus 2019 pada pukul 13.00 WIT sampai 20.30 WIT.
Kedua, tindakan pemerintah melakukan pemblokiran internet secara menyeluruh di Provinsi Papua dan Papua Barat dari 19 Agustus 4 September 2019. Ketiga, tindakan pemerintah yang memperpanjang pemblokiran internet di empat Kabupaten di wilayah Papua yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Mimika, Kabupaten Jayawijaya dan dua Kabupaten di wilayah Papua Barat yakni Kota Manokwari dan Kota Sorong pada 4 September pukul 23.00 WIT sampai 9 September 2019 pada pukul 20.00 WIT.
"Itu adalah perbuatan melanggar hukum oleh badan atau pejabat pemerintahan," tegasnya.
Selain itu, majelis hakim juga menghukum Menkominfo dan Presiden Jokowi untuk membayar biaya perkara secara tunai sebesar Rp 457 ribu.(*)