DEMOKRASI.CO.ID - Presiden Joko Widodo diharapkan tidak terlalu percaya kepada satu orang untuk mengelola kebijakan keuangan Indonesia. Seperti hanya percaya kepada Sri Mulyani Indrawati yang selalu mengandalkan utang dari lembaga pendonor.
Jokowi butuh pandangan lain soal pengelolaan keuangan negara. Setidaknya ada penyeimbang dari pandangan atau mazhab yang dianut sang Menteri Keuangan.
Lebih lanjut, pakar politik dan hukum Universitas Nasional Jakarta, Saiful Anam menilai, peristiwa 1998 bisa kembali terjadi. Hal ini terlihat dari aksi Bank Dunia melakukan revisi setelah memuji pemerintah Indonesia.
"Sangat mungkin berbalik. Kita kan sama-sama tahu siapa Bank Dunia? Apa kepentingannya? Dan benarkah tulus membantu Indonesia? Jangan-jangan justru malah menjerumuskan Indonesia," ucap Saiful Anam kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (23/6).
Sehingga, kata Saiful, Presiden Jokowi untuk berhati-hati atas kebaikan lembaga pendonor yang selalu memberikan utang kepada Indonesia melalui Sri Mulyani.
"Itu yang harus diantisipasi oleh Pemerintah Indonesia. Jangan terlalu percaya kepada satu orang saja dalam hal menggunakan kebijakan keuangan di Indonesia. Saya kira butuh penyeimbang mazhab berfikir tentang keuangan makro dan mikro Indonesia, jangan hanya dari seorang Sri Mulyani," tegas Saiful.
Karena, lanjut Saiful, Sri Mulyani juga merupakan manusia yang pasti memiliki titik kelemahan dan berpotensi salah saat menganalisis maupun merancang strategi Keuangan Nasional.
Kita berbangsa perlu juga mendengarkan pakar lain bahkan yang tidak sependapat dengan mazhab berfikir Sri Mulyani. Karena kalau tidak, maka negara kita hanya akan dikuasai oleh mazhab tertentu yang akan menimbulkan kerugian bagi anak bangsa di kemudian hari," demikian Saiful.(rmol)