logo
×

Selasa, 16 Juni 2020

Jaksa Kasus Novel Hartanya Miliaran, YLBHI: Penegak Hukum yang Hidupnya Mewah Melanggar Aturan

Jaksa Kasus Novel Hartanya Miliaran, YLBHI: Penegak Hukum yang Hidupnya Mewah Melanggar Aturan

DEMOKRASI.CO.ID - Gaya hidup dengan foto-foto mobil mewah dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus penyiraman air keras terhadap Penyidik Senior KPK Novel Baswedan, Fedrik Adhar, kini menjadi buah bibir warganet.

Bak gayung bersambut, Jaksa fungsional pada sub unit kerja di Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara itu ternyata memiliki harta milyaran rupiah.

Berdasarkan penelusuran Laporan Harta Kekayaan Negara (LHKPN) di KPK, Jaksa Fedrik Adhar memiliki total harta kekayaan sebesar Rp 5,8 miliar yang dilaporkan terakhir kali pada tahun 2018.

Menanggapi hal itu, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI) Asfinawati menilai seorang Jaksa yang notabene adalah pegawai negeri tidak sepatutnya memamerkan gaya hidup mewah.

Sebab, hal itu dianggap bisa melanggar kode etik kejaksaan dalam Instruksi Jaksa Agung RI INS-013/J.A/10/1993 Tanggal 28 Oktober 1993 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pola Hidup Sederhana Bagi Aparatur Negara Di Lingkungan Kejaksaan RI dan Peraturan Pemerintah 42/2004 Tentang Pembinaan Jiwa Korps Dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.

Kemudian, Jaksa yang memamerkan gaya hidup mewah juga bisa melanggar Undang Undang 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan disiplin Pegawai Negeri sebagaimana Surat Edaran MenPanRB Nomor 13/2014 Tentang Gerakan Hidup Sederhana.

"Baik UU, disiplin pegawai negeri, maupun etika, sudah dilanggar semua itu aparat penegak hukum yang hidupnya mewah. Ada surat edaran larangan bergaya hidup mewah juga dari MenpanRB," kata Asfinawati kepada Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu, Senin (15/6).

Menurut Asfinawati, besarnya harta kekayaan seorang penyelenggara negara apalagi penegak hukum seperti Jaksa juga perlu mendapatkan perhatian dari pihak kejaksaan itu sendiri. Pasalnya, tidak masuk akal jika gaji seorang Jaksa mencapai milyaran rupiah.

"Atasan (Kejaksaan) seharusnya melihat kemungkinan adanya indikasi korupsi. Karena dari gajinya tidak mungkin bisa bergaya hidup seperti itu," tuturnya.

Hal aneh lainnya, kata Asfinawati, Jaksa tersebut ditunjuk untuk menjadi Jaksa Penuntut Umum dalam kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Padahal, sudah jelas berdasarkan laporan Komnas HAM terkait kasus Novel itu berkaitan dengan kasus yang ditangani Novel Baswedan di KPK bukan pada Kejaksaan.
BACA JUGA
YLBHI Desak DPR Batalkan Pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja

"Lebih aneh lagi ditunjuk untuk kasus Novel. Jelas temuan lembaga negara misal KomnasHAM, penyiraman terkait pekerjaan Novel yaitu KPK," tandasnya.
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: