DEMOKRASI.CO.ID - Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar dan memproses hukum oknum yang terlibat dalam pelarian mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, dan menantunya Rezky Herbiyono.
Hal itu merupakan perintah Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal itu berbunyi: Setiap orang dilarang mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi.
“Harus diungkap pakai rumah siapa saja. Siapa yang menolong. Bersama yang memberikan bantuan-bantuan keamanan kebutuhan harian,” kata Haris Azhar dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat (5/6).
Selain itu, KPK perlu membongkar rute pelarian Nurhadi dan Rezky selama menjadi buronan. Hal itu bertujuan agar KPK tidak hanya terfokus hanya menelisik peran Nurhadi dalam kasus suap dan graritifikasi perkara MA dari 2011-2016.
“KPK harus bongkar soal pelarian (Nurhadi). Rute pelarian ini ke mana saja atau saya menyebutnya sebagai fasilitas hunian berupa tempat,” ucap Haris.
Dalam hal ini, selama menjadi buronan, KPK menyambangi 13 lokasi yang diduga menjadi tempat pelarian Nurhadi. Dengan terungkapnya lokasi itu, maka dugaan kuat ada orang yang membantu dan melindungi pelarian Nurhadi.
“Lalu proses perpindahan dari satu tempat ke tempat lain. Lalu penyediaan kebutuhan harian. Pengamanan dan juga terakhir setidak-tidaknya individu penghubung-penghubung sebagai komunikator. Ini yang menghalang-halangi dalam artian membantu proses kaburnya keluarga Nurhadi,” ucap Haris.
KPK menangkap Nurhadi dan Rezky di kawasan Simprung, Jakarta Selatan, Senin (1/6). Saat ini, KPK masih memburu Hiendra, penyuap Nurhadi yang kini masih buron. Ketiganya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 13 Februari 2020 dalam perkara suap dan gratifikassi sejumlah perkara di MA. (*)