DEMOKRASI.CO.ID - Polemik terkait pemberlakukan kebijakan “New Normal” atau tatanan hidup normal baru di tengah wabah virus corona terus menuai sorotan. Meski istilah new normal atau normal baru, namun sejumlah pemerintah provinsi justru tak sepakat dengan ungkapan tersebut.
Wacana pemberlakuan new normal pertama didengungkan pemerintah pusat melalui pemaparan Presiden Joko Widodo.
Dalam pandangannya tersebut, Jokowi menilai Indonesia sudah harus dapat segera bergegas menatap penyesuaian era kehidupan baru pasca PSBB di masa pandemi corona.
Sayangnya, pandangan tersebut juga tak sejalan dengan prinsip beberapa kepala daerah yang juga memiliki wewenang penerapan kebijakan serupa.
Hal tersebut juga diutarakan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dalam pemaparan pandangannya di program Indonesia Lawyers Club (ILC) tvOne, Selasa 9 Juni 2020.
Mengangkat tema “Selamat menempuh normal baru: Sudah siapkah kita?”, Anies tak sepakat dengan istilah normal baru dan lebih memilih memakai istilah PSBB transisi.
“Jadi hari ini tidak bisa kita bilang dalam situasi normal, wong masih ketemu kasus terus kok. Tapi kita tahu dalam mengukur atau merancang transisi ini. Apakah kita sudah bisa melakukan pelonggaran, WHO punya syaratnya. Pelonggaran itu bisa positify rate-nya di atas 10 persen,” ungkap Anies.
“Kita tempatkan transisi ini karena kita masih di rezim PSBB, tapi sudah izinkan kegiatan-kegiatan muncul. Kenapa harus dibatasi 50 persen, supaya proses ini terkendali,” tambahnya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil juga memilih tak menggunakan istilah normal baru dan memilih memakai istilah Adaptasi Kehidupan Baru (AKB) dan Pembatasan Sosial Berskala Mikro (PSBM) di Pemprov Jabar. []