DEMOKRASI.CO.ID - Upaya pendeta Gereja Happy Family Center (HFC) Surabaya, Hanny Layantara untuk bisa lepas dari dakwaan dugaan pencabulan terhadap jemaatnya Irene Wiryanto belum lepas. Pasalnya, nota keberatan yang diajukan Hanny Layantara dan tim kuasa hukumnya, ditolak oleh majelis hakim.
Dalam putusan selanya, majelis hakim yang diketuai Johanes menyatakan keberatan terdakwa atas dakwaan jaksa tidak dapat diterima. “Eksepsi penasehat hukum terdakwa telah masuk pada pokok perkara sehingga harus dibuktikan dipersidangan. Kami perintahkan jaksa untuk menghadirkan para saksi,” kata Johanes, Kamis (4/6/2020).
Dalam dakwaan jaksa dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur membeberkan bahwa, Hanny Layantara, sejak tahun 2008 hingga tahun 2011 diduga telah melakukan perbuatan cabul kepada anak dari pengusaha Andy Wiryanto Ong alias Andy Waspada. Anak Andy Waspada, yang tak lain Irene Wiryanto, wanita kelahiran Februari 1993 itu, dititipkan di gereja HFC Surabaya.
Intensitas pencabulan yang dilakukan pendeta Hanny Layantara makin sering, setelah aksi pencabulan pertama di lantai 4 ruang kerja Hanny, di Gereja HFC Jalan Embong Sawo Surabaya. Namun, mulai tahun 2009-2011, tulis dalam dakwaan jaksa, bahwa intensitas perbuatan cabul Hanny Layantara mulai berangsung berkurang. Dikarenakan, terdakwa telah mengangkat anak perempuan selain Irene Wiryanto.
Meski begitu, perbuatan yang dilakukan terdakwa Hanny Layantara, membuat korban Irene Wiryanto trauma, takut dan kadang merasa ingin bunuh diri serta minder di kehidupan nyata.
Saksi Korban Minta Dihadirkan
Terpisah, Jeffry Simatupang, penasihat hukum (PH) terdakwa Hanny Layantara, saat ditemui usai persidangan akan mempersiapan pembuktian kebenaran materiil terkait apakah kliennya melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sabetania R. Paembonan dan Rista Erna dari Kejaksaan Tinggi Jatim. "Minggu depan tentu akan hadir saksi dari kejaksaan dari berkas (berita acara pemeriksaan). Hal yang pakem saksi yang pertama dihadirkan harus saksi korban,"imbuhnya.
Sedangkan terkait ada motif lain atas pelaporan perkara ini, Jeffry enggan berkomentar banyak dan berandai-andai."Wah kita ngga ngerti. Coba tanyakan kepada korban. Kita ngga mau berandai-andai terkait motif lain pelaporan perkara ini," ujar Jeffry.
Untuk diketahui, korban ini memang sengaja dititipkan oleh kedua orang tuanya kepada pelaku dengan harapan agar dapat dibina tumbuh menjadi orang yang beriman.
Sebelumnya, kasus ini mencuat setelah korban melalui juru bicara keluarga melakukan pelaporan ke SPKT Polda Jatim dengan nomor LPB/ 155/ II/ 2020/ UM/ SPKT, pada Rabu 20 Februari 2020.
Berdasarkan keterangan, korban mengaku telah dicabuli selama 17 tahun. terhitung sejak usianya 9 tahun hingga saat ini 26 tahun. Namun, dari hasil pengembangan terakhir pencabulan terjadi dalam rentang waktu 6 tahun, ketika usia korban masih 12 tahun hingga 18 tahun.
Setelah pelaporan itu, kepolisian langsung melakukan penyelidikan dan menetapkan Hanny Layantara sebagai tersangka karena dalam hasil gelar perkara ada kesesuaian antara keterangan saksi, korban, tersangka dan barang bukti yang ditemukan.
Akhirnya, pendeta ditangkap oleh penyidik pada 7 Maret 2020 karena ada upaya kabur ke luar negeri dengan alasan ada undangan untuk memberikan ceramah.
Atas tindakannya, penyidik menjerat tersangka dengan Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak Pasal 82 dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan atau Pasal 264 KUHP dengan ancaman hukuman 7-9 tahun. (*)