DEMOKRASI.CO.ID - Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN hingga akhir Mei 2020 sebesar 1,10 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau senilai Rp179,6 triliun. Realisasi itu 21,1 persen dari target APBN 2020 dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020 sebesar Rp852,9 triliun atau 5,07 persen dari PDB.
Realisasi ini lebih buruk dibanding defisit pada Mei 2019 yang mencapai Rp125,8 triliun atau 0,79 persen dari PDB. Kondisi defisit itu dianggap tidak terlepas dari gejolak perekonomian global pada 2020, terutama akibat merebaknya wabah virus corona (COVID-19), termasuk di Indonesia yang menyebabkan berhentinya aktivitas ekonomi dan sosial.
"Ini berarti terjadi kenaikan defisit 42,8 persen karena kelihatan seluruh penerimaan negara terkontraksi," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, saat konferensi pers APBN Kinerja dan Fakta, Selasa, 16 Juni 2020.
Secara nominal, dia menyebutkan, penerimaan negara pada periode itu mencapai Rp664,4 triliun atau baru mencapai 37,7 persen dari target penerimaan negara pada 2020 yang dipatok dalam Perpres 54/2020 sebesar Rp1.760,9 triliun. Capaian itu tak jauh lebih rendah dari catatan Mei 2019 sebesar Rp730,1 triliun.
"Dibanding Mei tahun lalu pendapatan negara kontraksi 9,0 persen. Dari sisi penerimaan perpajakan 36 persen dari target Perpres 54. Pajak sendiri sampai akhir Mei Rp440,6 triliun atau 35,4 persen dari target Perpres 54 artinya pajak kontraksi 10,8 persen dari realisasi tahun lalu," ungkapnya.
Sementara itu, untuk belanja negara, tercatat sudah mencapai Rp843,9 triliun hingga akhir Mei 2020 atau mencapai 32,3 persen dari target belanja negara dalam Perpres 54/2020 yang sebesar Rp2.613,8 triliun. Meski begitu, gelontoran belanja negara itu juga di bawah dari catatan hingga akhir Mei 2019 sebesar Rp855,9 triliun.
"Pada akhir Mei penerimaan negara mengalami kontraksi seperti yang telah kita sampaikan dalam Perpres 54 akan ada ekspektasi kontraksi penerimaan dibanding tahun lalu akibat COVID-19 ini," kata Sri.
Dengan catatan tersebut, maka keseimbangan primer, dikatakan Sri, hingga akhir Mei 2020 mengalami kontraksi Rp33,9 triliun atau mencapai 6,6 persen dari target defisit keseimbangan primer yang dipatok Perpres 54/2020 sebesar Rp517,8 triliun. Lebih buruk dari defisit keseimbangan primer pada Mei 2019 yang surplus sebesar Rp1,3 triliun. []