DEMOKRASI.CO.ID - Dua terdakwa penyiram wajah mantan penyidik KPK Novel Baswedan dituntut jaksa penuntut umum (JPU) satu tahun penjara. Tuntutan tersebut menuai kritik dari sejumlah kalangan masyarakat karena dinilai tidak adil.
Kritikan turut disampaikan anggota Komisi III DPR RI Fraksi Demokrat Benny Kabur Harman. Dia mengurai sedikitnya ada lima kritikan terhadap tuntutan JPU tersebut.
Pertama, tuntutan jaksa yang sangat rendah mengesankan seolah kejaksaan memaksakan diri untuk menghadapkan kedua terdakwa ke meja hijau.
“(Padahal) bukan orang ini pelaku yang sebenarnya, pelaku sebenarnya disembunyikan!” ujar Benny kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Selasa (16/6).
Kedua, kata Benny, jaksa merupakan perangkat penegak hukum yang dimiliki presiden. Dengan kata lain, tuntutan tersebut memberi kesan bahwa presiden tidak menaruh perhatian besar terhadap upaya penegakkan hukum.
“Rendahnya tuntutan ini mengesankan presiden tidak punya peduli dengan kasus Novel Baswedan. Kasus yang dihadapi Novel adalah kejahatan besar, mengancam nyawa manusia dan secara fisik sdah ada kerusakan,” tegasnya.
Ketiga, Jokowi menganggap kasus yang menimpa Novel adalah kasus kriminal biasa, padahal ini adalah kasus keiminal besar dengan tujuan menghambat agenda pemberantasan korupsi sebagai kejahatan kemanusiaan yang luar biasa.
Presiden Joko Widodo, menurutnya, tidak memiliki upaya untuk melakukan pemberantasan korupsi dan justru membiarkan hukum tidak berpihak pada penegak hukum.
“Keempat, presiden Jokowi tdak punya political will untuk memberantas korupsi, melindungi para penegak hukum antikorupsi. Membiarkan penyidik KPK dibunuh secara keji seperti ini adalah sebuah kejahatan demokrasi,” katanya.
Terakhir, kata Benny, pihaknya berharap agar keadilan melingkupi semua pihak dengan tidak pandang bulu. Dia meminta Presiden Joko Widodo segera memerintahkan jaksa maupun polisi untuk menangkap aktor sesungguhnya di balik kasus Novel Baswedan.
Opsi pertama, melepaskan orang ini jika dia bukan pelakunya atau karena dipaksakan. Opsi kedua, perintahkan jaksa dan polisi untuk mencari pelaku sesungguhnya,” sambung Benny.
“Ketiga, perintahkan jaksa dan penyidik Polri untuk hadirkan aktor intelektualnya. Jika tidak, yang terjadi adalah peradilan sesat!” tutupnya. (Rmol)