DEMOKRASI.CO.ID - Transparansi harus benar-benar dilakukan pemerintah dalam penyaluran anggaran darurat Covid-19, termasuk stimulus ekonomi.
Sebab belakangan, banyak pihak yang menduga penyaluran anggaran tak tepat sasaran.
"Menurut Ketua HIPMI, relaksasi kredit untuk UMKM hanya 20%. Sisanya paling besar 80% untuk selamatin kredit macet korporasi besar," kata Aktivis Petisi 28, Haris Rusly Moti, Minggu (21/6).
"Kita desak Presiden Joko Widodo untuk buka daftar korporasi dan lembaga yang mujur dapat alokasi APBN darurat Covid," urainya yang juga diunggah di akun sosial medianya itu.
Buka tanpa alasan ia meminta sang presiden untuk transparan. Pada awalnya, dana untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) direncanakan sebesar Rp 641,17 triliun. Namun nilai tersebut naik menjadi Rp 677,2 triliun.
Terakhir, Menteri keuangan Sri Mulyani lagi-lagi memproyeksi dana penanganan penyebaran virus corona dan PEN melonjak hingga Rp 905,1 triliun.
Nilai yang begitu tinggi ini dikhawatirkan banyak pihak disalahgunakan oleh pihak yang tak bertanggung jawab.
"Banyak korporasi besar sudah collapse jauh sebelum Covid. Namun, liciknya mereka tumpangi Covid untuk dapat kue APBN Darurat Covid dalam berbagai skema. Di antaranya relaksasi kredit," tandasny. (*)