logo
×

Sabtu, 13 Juni 2020

Amien Rais: Mohon Maaf, Pemerintah Seperti Tidak Ada Akhlak

Amien Rais: Mohon Maaf, Pemerintah Seperti Tidak Ada Akhlak

DEMOKRASI.CO.ID - Setelah lima tahun berkuasa dan melanjutkan kekuasaannya pada periode kedua, pemerintahan Presiden Joko Widodo yang acap kali merespon kritikan dari warga negara yang berujung kriminalisasi.

Selain itu, bentuk kooptasi dari negara-negara besar yang menanamkan cengkeramannya di tanah air semakin menunjukkan keangkuhannya dengan mendikte Indonesia yang notabene sebagai negara yang berdaulat.

Begitu disampaikan mantan Ketua MPR RI Amien Rais saat mengisi diskusi daring yang diselenggarakan oleh Forum Alumni Perguruan Tinggi Indonesia bertajuk "Solusi Penyelematan Bangsa Demi Mencapai Indonesia Adil dan Makmur" pada Jumat (12/6).

"Bahwa Pak Jokowi, ini kita kritik bertanggung jawab, tidak ada hate speech, gak ada ya, memang setelah 5 tahun memegang kekuasaan itu ada terjadi kedaulatan kita itu semakin keropos," ujar Amien Rais.

"Jadi bagaimana mungkin ada sebuah negara Indonesia yang kita cintai ini ya, itu telah didikte, ya politiknya, ya ekonominya, mungkin ya intelijen-nya, dan lain-lainnya oleh negara yang besar itu," imbuhnya.

Namun demikian, tokoh reformasi itu tidak menyebut secara spesifik negara besar yang dimaksudkannya itu. Ia hanya menyebut bahwa sadar tidak sadar Indonesia telah menjadi perpanjangan tangan dari negara besar tersebut. 

"Yang kemudian sepertinya yang kita kerjakan itu adalah menjadi subordinat dari negara besar yang saya kira sangat berbahaya sekali," tuturnya.

Mantan Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengatakan bahwa dirinya pernah menulis saat era reformasi tentang rekonstruksi moral.

Diungkapkannya, bagaimana kekuatan negara-negara blok Barat yang kala itu bahkan hingga saat ini kerap melakukan sikap ekploitatif, seolah tidak berbeda dengan negara yang tengah mengincar Indonesia saat ini. Baik secara politik, ekonomi, bahkan sosial dan budaya.

"Dia punya keunggulan teknologi dia punya networking dgn berbagai bidang ekonomi. Mereka itu untuk mencari ruang hidup yang baru. Dan jangan lupa Indonesia itu negara yang paling menggiurkan, paling menarik untuk dijadikan sasaran ekspansi itu," jelasnya. 

Lebih lanjut, Amien menyatakan, sekuat apapun penguasa jika tidak mengedepankan kepentingan rakyatnya maka akan terjadi sesuatu hal yang membuat rakyatnya berkehendak dengan sendirinya. Hal ini, ditekan Amien, tidak bisa dilepaskan dengan aspek keadilan yang dirasakan masyarakat.

Kata dia, tidak sedikit negara besar dengan kekuatan adidaya bisa runtuh dalam sekejap, sebagaimana menimpa Uni Soviet dan Yugoslavia yang jelas-jelas memiliki perangkat kenegaraan yang lengkap. 

"Mungkin saya di beberapa kesempatan pernah mengatakan negara yang besar saja itu bisa runtuh dan hilang dari peredaran bagaimana dengan negara kita yang jauh lebih lemah dibandingkan misalnya Uni Soviet, Yugoslavia itu negara Eropa Timur yang paling kuat saat itu berkibar-kibar sebagai dunia ketiga yang paling unggul, tapi sekarang gimana ya nggak ada," urainya.

Karena itu, asas keadilan dan moralitas sangat diperlukan dan harus dikedepankan oleh semua pihak termasuk pemerintah. Hal ini antara lain agar pemerintah Indonesia dibawah nahkoda Jokowi tidak kehilangan arah dan tetap bisa survive serta maju di segala bidang.

Dia juga mengkritik rendahnya tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan yang hanya dituntut satu tahun penjara. Hal itu disampaikan Amien melalui akun Twitter pribadinya beberapa waktu lalu. 

Kemudian, kasus dugaan kriminalisasi terhadap sejumlah aktivis, seperti Said Didu dan lain-lain yang hanya menyuarakan kritik namun berujung kasus hukum.

"Jadi tidak ada ethics, morality, tidak ada katakan lah akhlak, karena menjadi patokan untuk kita merujuk segenap langkah-langkah bangsa kita itu sehingga, maaf, seperti tidak punya arah," demikian Amien Rais. (*)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: