DEMOKRASI.CO.ID - Rancangan Undang Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang diusulkan oleh wakil rakyat di Senayan dinilai menghilangkan ruh agama dan nilai ketuhanan.
Demikian disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdalatul Ulama (ISNU) Ali Masykur Musa saat menjadi salah satu pembicara dalam Webinar PP ISNU dengan tema "Memperkokoh ideologi Pancasila di tengah perubahan dunia"Kamis siang (18/6).
Cak Ali -sapaan akrabnya- mengatakan bahwa Pancasila tidak bisa diperas menjadi Trisila, apalagi Eka Sila, sebagaimana di rumuskan dalam RUU HIP Pasal 6 (1) dan Pasal 7.
Bagi bangsa ini, Pancasila sebagai perjanjian agung tersusun dari lima sila yang memuat nilai-nilai luhur yang saling menjiwai, di mana sila Ketuhanan menjiwai Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial. Kesatuan nilai-nilai Pancasila yang saling menjiwai itu tidak bisa diperas lagi menjadi trisila atau ekasila.
Upaya memeras Pancasila menjadi trisila atau ekasila, Ali akan merusak kedudukan Pancasila, baik sebagai falsafah dasar maupun hukum dasar yang telah ditetapkan pada 18 Agustus 1945.
Menurut mantan Katua Umum PB PMII, Pancasila sebagai staats fundamental norm adalah hukum tertinggi atau sumber dari segala sumber hukum yang termaktub di dalam Pembukaan UUD 1945.
"Sebagai hukum tertinggi yang lahir dari konsensus kebangsaan, Pancasila tidak bisa diatur oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. Pengaturan Pancasila ke dalam sebuah undang-undang akan menimbulkan anarki dan kekacauan sistem ketatanegaraan. Biarkan Pancasila dan sudah sangat tepat jika maqomnya tetap pada Pembukaan UUD NRI 1945, yang semua komponen bangsa ini bersepakat tidak akan merubahnya, karena jika bisa diartikan :" merubah Pembukaan UUD NRI 1945 sama saja membubarkan NKRI"," demikian pendapat Cak Ali, Kamis (18/6).
Cak Ali kemudian mengambil pendapat KH Ahmad Shidiq pada Munas Alim Ulama di Situbondo, 1983 : Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mencerminkan pandangan Islam akan Keesaan Allah, yang dikenal pula dengan sebutan Tauhid.
"Karena itu NKRI adalah sah dilihat dari pandangan Islam, sehingga harus dipertahankan dan dilestarikan eksistensinya," demikian kata Komisaris Utama PT Pelni ini..
Mantan Komisioner BPK ini kemudian menjelaskan pandangan KH Ahmad Shidiq yang kemudian dikukuhkan dalam Muktamar ke-27 NU di Situbondo tahun 1984.
Muktamar NU di Situbondo saat itu menetapkan, deklarasi hubungan Pancasila dengan Islam, khususnya pada point (ii) Sila ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar Negara Republik Indonesia.
"Menurut Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menjiwai sila-sila yang lain, mencerminkan Tauhid menurut pengertian keimanan dalam islam; dan point (iv) Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat islam Indonesia untuk menjalankan syari’at agamanya," urai Cak Ali.
Cak Ali menegaskan bahwa Sila Pertama dalam pandangan Islam disebut Keimanan dan Ketauhidan, dan Sila-sila berikutnya merupakan pelaksanaan amal shalih dalam kehidupan bernegara.
Jadi, antara Iman dan Tauhid, amaanu dengan amilussholihati tidak dapat dipisahkan. Memeras-meras Pancasila sangat berbahaya karena menghilangkan Ruh Ketuhanan dalam kehidupan bernegara. Karena itu sikap dan ajakan Cak Ali adalah cabut RUU HIP yang akan melahirkan keresahan sosial," pungkas Cak Ali. (Rmol)