DEMOKRASI.CO.ID - Sebuah video viral beredar di media sosial yang menunjukkan pelarungan jenazah anak buah kapal (ABK) di kapal berbendera China, Long Xin. Peristiwa itu menyedot perhatian sejumlah kalangan.
Ada 3 WNI yang meninggal di kapal Long Xin tersebut. Tiga WNI yang dilarung ke laut itu disebut mengidap penyakit menular.
Pelarungan terpaksa dilakukan untuk menjaga ABK lainnya. Pelarungan tersebut juga dinilai sudah sesuai prosedur yang berlaku.
Atas peristiwa itu, Menlu Retno Marsudi mengatakan pihaknya telah melakukan pertemuan dengan Kedubes China untuk Indonesia terkait kasus ABK WNI yang meninggal di kapal China.
Dalam pertemuan itu, Retno meminta pemerintah China membantu agar hak para ABK WNI dapat terpenuhi, salah satunya soal gaji.
"Kita juga sampaikan kita minta dukungan pemerintah Tiongkok untuk membantu pemenuhan tanggung jawab perusahaan atau hak para awak kapal Indonesia termasuk pembayaran gaji yang belum dibayarkan dan kondisi kerja yang aman," kata Retno Marsudi dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (7/5).
Berikut sorotan-sorotan tajam atas kasus pelarungan jenazah ABK WNI oleh kapal China:
Komnas HAM menduga adanya eksploitasi ABK warga negara Indonesia (WNI) di kapal China. Komnas HAM meminta Menlu Retno Marsudi untuk mendesak otoritas China melakukan investigasi.
"Pertama, Kemenlu mesti mendesak otoritas China untuk menginvestigasi dugaan eksploitasi tersebut, bahkan kemungkinan telah terjadinya perdagangan manusia. Kedua, jika mengikuti keterangan ABK yang selamat, maka perlu diselidiki juga perlakuan tidak manusiawi terkait makanan,minuman dan pelayanan kesehatan selama bekerja," kata Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik ketika dihubungi, Kamis (7/5/2020).
Taufan menduga tidak terjaminnya pelayanan kesehatan terhadap para ABK WNI tersebut. Sebab, dari informasi yang dia dapat, ABK yang meninggal mengalami pembengkakan.
"Ada informasi dari ABK yang selamat bahwa ketiga ABK yang meninggal mengalami pembengkakan tubuh secara bertahap dalam kurun waktu kurang lebih satu bulan. Mengapa tidak ada langkah pelayanan kesehatan dari pihak kapal terhadap pekerjanya yang sakit ? Itu juga mesti diinvestigasi," ujarnya.
Taufan juga meminta Menlu Retno memastikan agar ABK yang selamat dikembalikan ke keluarganya, dengan adanya ganti rugi terhadap kejadian buruk yang telah dialami.
"Ketiga, yang tidak kalah pentingnya memastikan ABK yang selamat dikembalikan ke keluarganya serta mendapatkan seluruh hak-hak mereka termasuk ganti kerugian atas kondisi buruk yang mereka alami," tuturnya.
Lebih lanjut, Komnas HAM mengapresiasi langkah Kemenlu yang sigap yang telah dilakukan. Komnas HAM juga akan berkoordinasi dengan Komnas HAM di Korea Selatan untuk mengawasi penyelidikan kasus ini.
BP2MI
Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) berkoordinasi dengan KBRI Seoul terkait tiga jenazah anak buah kapal (ABK) WNI dilarung ke laut. BP2MI juga akan berkoordinasi dengan instansi terkait mengenai kepulangan WNI lainnya.
"BP2MI telah menghubungi perwakilan RI melalui atase ketenagakerjaan di KBRI Seoul. Diperoleh informasi bahwa KBRI Beijing dan KBRI Seoul sedang menangani permasalahan ABK tersebut," kata Kepala Biro Hukum dan Humas BP2MI Sukmo Yuwono dalam keterangannya, Kamis (7/5/2020).
Sukmo menjelaskan kapal yang membawa ABK tersebut berasal dari RRT, sementara di Korsel hanya menjadi tempat singgah kapal. Maka yang akan diberlakukan merujuk pada bendera kapal.
Sukmo menjelaskan, dari informasi itu, terdapat 14 ABK yang kemarin dikarantina di Busan, Korsel. ABK tersebut bukan dipekerjakan oleh agensi Korea, melainkan oleh agensi China. Jadi jenis visanya bukan E-9 maupun E-10, hanya mereka kebetulan bongkar-muat di Korsel.
"Terkait dengan ABK atas nama Ari yang menurut video tersebut dilakukan pelarungan jenazah di laut, sampai saat ini belum ditemukan jasadnya. Identitas yang diketahui hanya nama dan usianya, yaitu 24 tahun," ungkapnya.
Sukmo mengatakan, terkait dengan kasus ABK tersebut, total ada tiga kapal, termasuk kapal yang pernah bersandar di Korea membawa 48 ABK asal Indonesia. Adapun rinciannya sebagai berikut:
- 1 kapal membawa 15 ABK yang mana 1 ABK setelah bersandar meninggal di Korea.
- 20 ABK kembali berlayar dengan kapal mereka.
- 14 ABK sudah dipulangkan ke Indonesia tanggal 24 April 2020.
- Sisa ABK lain akan dipulangkan ke Indonesia tanggal 8 Mei 2020
"BP2MI sedang melakukan koordinasi lanjut dengan KBRI Seoul dan dengan kementerian/lembaga terkait untuk kasus tersebut dan ABK yang akan dipulangkan pada 8 Mei tersebut," ungkap Sukmo.
Sukmo menyebut pihak KBRI Beijing telah mengirimkan nota diplomatik kepada otoritas setempat untuk meminta klarifikasi kasus tersebut.
SPPI
Serikat Pekerja Perikanan Indonesia (SPPI) meragukan adanya izin keluarga anak buah kapal (ABK) di Indonesia terkait pelarungan jenazah seorang ABK WNI di kapal berbendera China. ABK itu bernama Ari, jenazahnya dilarung pada 31 Maret.
"Jadi kami memahami benar ada payung hukum dalam pelarungan, tapi norma dan syarat-syaratnya tetap (harus) dipenuhi," kata Ketua Umum SPPI, Ilyas Pangestu melalui siaran langsung dari kanal YouTube Greenpeace, Kamis (7/5/2020).
Ilyas meyakini hukum internasional mengenai pelarungan memang dibenarkan. Namun, menurutnya, pelarungan tentu disertai syarat yang harus dipenuhi.
Ilyas dan SPPI mengaku sudah menghubungi keluarga dari almarhum Ari. Pihak keluarga almarhum dinyatakannya belum dimintai izin sebelum jenazah Ari dilarung.
Tim SPPI yang sedang kontak keluarganya, dan saya juga sudah konfirmasi ke perusahaan pengirim (tenaga kerja -red), mengiyakan. Lebih tepatnya, izin belum didapat saat dilakukan pelarungan," ujar Ilyas.
Senada dengan Ilyas, Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto Suwarno mengatakan surat izin pelarungan tidaklah mudah didapat, apalagi bila kapal sedang berada di lautan. Kondisi ini berisiko memicu adanya pelarungan sepihak dan dapat melanggar hak asasi manusia.(dtk)