DEMOKRASI.CO.ID - Para ilmuan dari empat kampus ternama, UI, UGM, ITB, dan UNS pernah memprediksi virus corona berakhir pada awal Mei 2020.
Namun hingga pertengahan Mei 2020, belum ada tanda-tanda Corona bakal berakhir. Angka penderita Corona justru semakin meningkat.
Hingga kemarin, Minggu (17/5), penderita yang positif terjangkit Corona mencapai 17.514 orang. Dari jumlah tersebut, 1.148 meninggal dunia dan 4.129 sembuh.
Angka ini akan terus bertambah jika pemerintah dan masyarakat tidak konsisten menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Dampaknya, virus Corona akan sulit diprediksi kapan akan berakhir. Bisa saja Corona berakhir pada Desember 2020, tapi bisa pula 2021.
Organisasi Kesehatan Dunia, WHO menyatakan virus Corona atau Covid-19 tidak akan berakhir dalam waktu yang singkat. Bahkan, bisa jadi tidak akan hilang selamanya.
“WHO mengatakan Covid-19 tidak akan berakhir dengan cepat, maka kita harus tetap memiliki sikap, kita harus tetap memiliki cara pikir yang mengacu pada protokol kesehatan, di dalam kehidupan kita, di hari-hari mendatang,” kata Juru bicara pemerintah dalam penanganan Covid-19, dr Achmad Yurianto, dalam siaran pers di BNPB, Minggu (17/5/2020).
Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Hermawan Saputra memprediksi Indonesia akan sibuk untuk hidup berdampingan dengan virus corona sepanjang tahun 2020 bila pemerintah dan masyarakat tidak konsisten menerapkan kebijakan PSBB.
Hal dikatakan Hermawan sekaligus merespons hasil riset yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyatakan 99 persen kasus virus corona di Indonesia akan berakhir Juni 2020.
“Intinya kita harus siap bermaraton, kalau misalnya tahun ini kita menyebutnya the year with Covid-19. Jadi tahun ini kita masih disibukkan dengan Covid 19,” kata Hermawan, seperti dikutip dari CNN Indonesi, Minggu (17/5).
Lebih lanjut, Hermawan menilai para peneliti yang membuat riset model maupun pemerintah kerap kali gegabah saat mengambil kesimpulan terkait siklus hidup maupun puncak pandemi Covid-19.
Padahal, kata dia, dalam prediksi model itu banyak asumsi-asumsi yang dapat memengaruhi perkiraan puncak wabah di dalam riset tersebut. Salah satu asumsi yang biasa digunakan berkaitan dengan faktor kebijakan pengetatan atau pembatasan sosial hingga jangkauan tes massal corona.
“Jadi selama ada perubahan kebijakan, dan perilaku masyarakat tak terkontrol, maka dinamika variabel-variabel yang dijadikan asumsi itu juga bergerak,” kata dia.
“Maka dulu kita liat ada prediksi bulan April atau Mei itu terjadi puncak kasus. Nah tapi sekarang kan jadi mundur,” ucap Hermawan menambahkan.
Sebelumnya, para peneliti memprediksi puncak wabah Corona akan terjadi pada bulan Mei 2020.
Periode kritis diprediksi terjadi pada minggu kedua bulan April hingga awal Mei 2020 di mana tingkat pertambahan harian akan meningkat cukup tajam.
Hasil Penelitian BIN
Pada 13 Maret 2020, peneliti dari Badan Intelijen Nasional (BIN) merilis informasi tentang estimasi puncak penyebaran Covid-19 di Indonesia.
Dalam paparannya, Deputi Bidang Intelijen Teknologi BIN Mayjen TNI Afini Boer mengatakan, pihaknya memperkirakan puncak penyebaran Covid-19 akan terjadi sekitar 60-80 hari sejak pengumuman kasus positif 2 Maret lalu.
Prediksi Peneliti ITB
Pada 19 Maret 2020, peneliti dari ITB memaparkan perkiraan puncak penyebaran Covid-19 di Indonesia yaitu sekitar akhir Maret hingga pertengahan April 2020.
Pandemi tersebut diperkirakan berakhir pada saat kasus harian baru terbesar berada di angka sekitar 600 pasien.
Waktu estimasi titik puncak penyebaran yakni akhir Mei atau awal Juni 2020.
Prediksi Peneliti UI
Pada 27 Maret 2020, tim Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) merilis prediksi jumlah kasus dan titik puncak penyebaran Covid-19 di Indonesia.
Tim ini menghitung jumlah kasus berdasarkan statistik dari beberapa input indikator.
Hasil prediksi jumlah kasus bervariasi antara 500.000 hingga 2.500.000 kasus dengan mempertimbangkan tingkat intervensi pemerintah.
Prediksi tersebut diasumsikan terjadi pada hari ke-77 atau sekitar pertengahan April 2020, di mana tim menggunakan patokan hari pertama pada pekan pertama Februari 2020.
Prediksi Peneliti UGM
Guru Besar Statistika Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr rer nat Dedi Rosadi, alumni MIPA UGM Drs Herivertus Joko Kristadi, dan Alumni PPRA Lemhanas RI Dr Fidelis I. Diponegoro juga turut menyampaikan hasil prediksi puncak penyebaran Covid-19 di Indonesia.
Penelitian yang dilakukan menggunakan model yang mereka namakan sebagai model probabilistik yang didasari atas data real.
Dengan model tersebut, diperkirakan penambahan maksimum total penderita per hari adalah sekitar minggu kedua April 2020 dengan penambahan kurang dari 185 pasien/hari.
Diperkirakan jumlah penambahan akan terus menurun dan pandemi diprediksi akan berakhir sekitar 100 hari setelah 2 Maret 2020, yaitu sekitar 29 Mei 2020. Sedangkan maksimum total penderita positif Covid-19 adalah sekitar 6.174 kasus.
Prediksi Ilmuwan Matematika UNS
Ilmuwan Matematika dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Sutanto Sastraredja memprediksi puncak Covid-19 di Indonesia terjadi pada pertengahan Mei 2020.
Namun demikian, akhir dari pandemi bergantung pada kebijakan yang diambil pemerintah.
Sutanto memaparkan secara matematis dinamika populasi Covid-19 dengan model SIQR.
Setelah ditemukan parameter, kemudian dimasukkan dalam rumus matematika, sehingga dapat dihitung kecepatan orang yang sudah terinfeksi dan yang masuk karantina.
Prediksi Ilmuwan Pemda DIY
Pada 24 Maret 2020, ilmuwan pengenalan pola dari Pemda DIY Dr Joko Hariyono merilis prediksi puncak penyebaran Covid-19 yang didasarkan pada dua referensi pola, yaitu referensi global dan lokal.
Adapun hasil penelitian berdasarkan data harian kasus Covid-19 di Indonesia per 21 Maret 2020 menghasilkan estimasi periode puncak terjadi antara 70 hingga 100 hari atau sekitar 12 Mei hingga 12 Juni 2020. Jumlah total kasus diperkirakan tidak kurang dari 10 ribu kasus.
Periode kritis muncul pada rentang 40-60 hari dengan angka pertumbuhan harian meningkat secara drastis.[psid]