Oleh: Muda Saleh*
MEDIA sosial diramaikan dengan tagar 'Indonesia Terserah'. Tentunya ini gambaran situasi yang cukup menakutkan, karena bukti di depan mata terlihat bahwa ratusan calon penumpang menumpuk di Bandara Soetta pada 14 Mei lalu.
Dimana para calon penumpang tersebut diberitakan berdesakan tanpa menjaga jarak aman antara satu dengan lainnya.
Ironis, ya.. tentunya, karena wajar ini terjadi sebagai hasil dari aturan, dimana Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi merestui kembali beroperasinya seluruh moda transportasi sejak 7 Mei 2027 melalui Peraturan Menteri Perhubungan No. 25/2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 Hijriah dan berlakunya Surat Edaran (SE) No. 4/2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Kemudian pertanyaanya adalah, jika para penumpang tersebut merupakan calon pasien Covid-19, lalu siapa yang mau bertanggung jawab, apakah menteri kesehatan, apakah menteri perhubungan. Dan ini juga berlaku pada transportasi kereta api, dimana sebelumnya sejumlah kepala daerah menyebut KRL merupakan tempat dimana penyebaran Covid-19 paling signifikan.
Keputusan Menhub tersebut jelas menyalahi aturan dalam konsepsi kemanusiaan, dimana terlihat mengedepankan sisi ekonomis.
Sebelumnya diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyebut bahwa turunnya pertumbuhan ekonomi itu disebabkan konsumsi rumah tangga yang tumbuh 2,84 persen. Biasanya, konsumsi rumah tangga tumbuh stabil di kisaran 5 persen. Hal ini ia sampaikan saat rapat virtual bersama Komisi XI DPR, Rabu (6/5/2020) lalu.
Masyarakat kita terus dipertontonkan oleh aturan-aturan yang selalu berubah, bahkan dalam waktu yang tak lama. Menarik, sebetulnya apa yang dicari pemerintah ini, kesembuhan masyarakat, kesembuhan ekonomi atau ada cerita lain di balik ini?
Dalam hal ini, pemerintah jelas tak piawai dalam mengatasi masalah yang terjadi di Indonesia. Lihat saja sejak awal sejumlah negara tetangga sudah mengantisipasi corona, pemerintah justru asik berdendang dengan memberikan diskon tiket pesawat, hotel dan restoran dengan alibi memicu sektor pariwisata yang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
Alhasil, ketika semua negara sudah dalam kondisi perbaikan, Indonesia justru sedang parah-parahnya atas pandemi corona ini. Adapun saat ini, pemerintah meminta agar masyarakat mematui aturan untuk berdiam di rumah, para pejabat justru mendapat keleluasaan perjalanan atas Permenhub No. 25/2020 tentang Pengendalian Transportasi selama Ramadhan dan Idul Fitri 1441 H.
Perlu diingat, bahwa Italia menghentikan Serie A, karena di stadion yang berkapasitas puluhan ribu tersebut menyebabkan kematian hingga saat ini mencapai 31.368 jiwa menurutn Badan Perlindungan Sipil setempat. Artinya, negara tersebut sangat mengantisipasi kerumunan orang.
Ini pemerintah RI justru membuat aturan yang berdampak pada kerumunan orang, baik di bandara, maupun di kereta api. Ini sangat tidak logis, mengingat data korban Covid-19 yang dirilis pemerintah juga menjadi perdebatan, bahkan tak heran banyak yang menyebut lebih dari apa yang dikatakan pemerintah.
Tak hanya Italia, Universitas Jon Hopkins mendata sejumlah negara Eropa yakni Amerika Serikat, lebih dari 85.000 jiwa, Spanyol lebih dari 27.300 jiwa, Perancis 27.425 jiwa, melalui otoritas kesehatan, Inggris 33.614 jiwa, menurut Departemen Kesehatan dan Perawatan Sosial.
Dimana kelima negara tersebut banyak memiliki arena dan fasilitas olahraga yang ramai ditonton puluhan ribu jiwa. Kebayang, kalau di Indonesia pemerintahnya justru berusaha menciptakan kerumunan masyarakat, apa yang terjadi.. 'pemerintah model apa yang anda sajikan di tanah air ini pak Jokowi?'.
Janji pertumbuhan ekonomimu gagal, janji menterimu soal industri 4.0 gagal, janji memperbaiki SDM Indonesia bisa bersaing dengan dunia luar gagal bahkan TKA bebas menari-nari di Indonesia, dan akan datang pada Juni ini, janji era digital justru melenceng jika melihat kartu prakerja dengan biaya super fantasis dengan program yang sangat sederhana.
Kasihan rakyat Indonesia, terus menerus dibuat terkecoh, dibuat stress, dibuat sakit perlahan dengan diam di rumah sementara TKA bebas masuk ke Indonesia, rakyat dibuat bingung dengan keputusan yang berubah-ubah, bahkan layanan kesehatan untuk masyarakat saja anda naikkan iurannya.
Jadilah presiden yang pintar, presiden yang paham akan keresahan rakyat, presiden yang disegani baik di luar maupun di dalam negeri, jadilah presiden yang berani dan memberikan keputusan keberpihakan pada rakyat.
*) Analis sosial dari Universitas Bung Karno.