DEMOKRASI.CO.ID - Rencana pemerintah memberi suntikan dana sebesar Rp 152,15 triliun kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinilai tidak masuk akal. Terlebih jika menilik 12 BUMN yang sudah bersiap untuk menerima suntikan dana.
Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule menilai pemberian dana melalui PP 23/2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional salah kaprah secara konsep.
Sebab seharusnya BUMN jadi pemberi solusi di tengah krisis akibat Covid-19, bukan malah ikut menggerogoti uang negara
Selain itu, dia juga merasa tidak masuk akal dengan perusahaan-perusahaan BUMN yang bersiap mendapat dana segar tersebut.
“BUMN yang suka naikan tarif listrik, BUMN yang suka impor, BUMN konstruksi, BUMN pariwisata pula di masa pandemik,” ujarnya kepada redaksi, Jumat (15/5).
“Masak iya mau pariwisata dan ngotot bangun infrastruktur di masa pandemik,” sambung ketua DPP Partai Gerindra itu.
Menurutnya, semua kebijakan itu ngawur dan tidak tepat dikeluarkan di masa pandemik. Tepatnya di masa rakyat sedang mengalami kesusahan, mulai dari terkena gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), hingga sulit bekerja kembali sebagai pekerja harian.
Lebih jauh, Iwan Sumule sampai pada kesimpulan bahwa aturan dan kebijakan yang diterbitkan di masa krisis seperti bertujuan untuk menguras uang negara dan tidak pro rakyat.
Mulai dengan kehadiran Perppu 1/2020 yang memberi pasal kekebalan bagi pemerintah dalam mengelola uang ratusan triliun rupiah, Perpres 64/2020 yang mencekik rakyat dengan kenaikan iuran BPJS, hingga PP 23/2020 yang memberi suntikan dana ke perusahaan BUMN.
Dia khawatir kebijakan-kebijakan yang diterbitkan ini justru dimanfaatkan oleh orang-orang yang berhati culas untuk mengeruk keuntungan di masa krisis.
“Jadi pandemik corona seperti jadi berkah bagi koruptor dan sengsara buat rakyat. Aturan dan Kebijakan di masa pendemik yang dibuat hanya untuk menguras uang negara,” demikian Iwan Sumule.(rmol)