logo
×

Jumat, 01 Mei 2020

Kegelisahan Jusuf Kalla Sudah Tercium Sejak Lama, Mulai Kebijakan Anies Yang Dianulir Luhut Hingga Pejabat Sibuk Cari Panggung

Kegelisahan Jusuf Kalla Sudah Tercium Sejak Lama, Mulai Kebijakan Anies Yang Dianulir Luhut Hingga Pejabat Sibuk Cari Panggung

DEMOKRASI.CO.ID - Kritikan mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla yang menganggap peraturan penanganan virus corona baru (Covid-19) simpang siur sejatinya sudah terlihat sejak lama.

Menurut analis politik dan kebijakan publik Universitas Islam Syech Yusuf Tangerang, Miftahul Adib, simpang siur tersebut sudah terjadi saat adanya perbedaan kebijakan antara pemerintah daerah dengan yang dikeluarkan pemerintah pusat.

Salah satu contohnya ketika Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menyetop operasi KRL namun dianulir oleh Menkomaritim dan Investasi Ad Interim Menteri Perhubungan, Luhut Binsar Pandjaitan.

“Ini parameter yang menandakan simpang siur itu. Tak ada bahasa kesatuan dari pusat dan daerah,” kata Adib kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (30/4).

Hal lain yang menjadi persoalan adalah tidak adanya ketegasan dari pemerintah pusat yang hanya memberikan imbauan terkait aturan yang dikeluarkan, seperti larangan mudik yang baru ditetapkan (24/4). Disebut larangan namun sanksi bagi yang membandel baru diberlakukan pada 7 Mei 2020.

“Ini juga menandakan pemerintah dinilai bimbang,” ujarnya.

Padahal, kata Adib, pandemik Covid-19 sudah beberapa kali diingatian akan berdampak krisis, bukan hanya kesehatan melainkan juga meliputi krisis sosial, ekonomi, hingga keamanan.

Namun sayang, kebijakan pemerintah seolah membuka peluang krisis itu terjadi, seperti Menkumham Yasona Laoly dengan membebaskan 30-ribuan narapidana melalui program asimilasi.

“Ini kan keputusan yang tak tepat, malah disinyalir menambah masalah,” jelas Adib.

Soal jaring pengaman sosial pun belum seluruhnya menyentuh masyarakat yang terdampak Covid-19. Hal ini menandakan koordinasi antara pusat dan daerah tidak berjalan efektif.

Untuk itu, Adib menyarankan pemerintah mulai membangun komunikasi berbasis risiko dan mitigasi di mana semua menteri tak boleh sembarang mengeluarkan statemen, melainkan percayakan pada tupoksi masing-masing.

“Jangan seakan berlomba nyari panggung saat wabah. Ini penting, masyarakat biar memahami informasi yang jelas dan tak membingungkan,” pungkasnya.[rmol]
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: