DEMOKRASI.CO.ID - Keberpihakan pemerintah pada rakyat semakin dipertanyakan. Pasalnya, belum selesai polemik penerbitan Perpres 64/2020 tentang Jaminan Kesehatan yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan, publik kembali dikejutkan dengan rencana pemerintah memberi suntikan dana Rp 152,15 triliun kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Rencana suntikan dana sebagai tindak lanjut PP 23/2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional. PP ini merupakan kepanjangan dari Perppu 1/2020 yang sudah disahkan jadi UU oleh DPR.
Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule mengaku heran dengan dasar pemikiran di balik rencana suntikan dana tersebut.
Iwan Sumule mengurai bahwa dasar BUMN dibentuk dan dibangun adalah untuk menopang ekonomi dan keuangan negara, bukan menggerus uang negara.
Sementara di saat negara sedang dilanda krisis akibat wabah virus corona, seharusnya BUMN tampil sebagai pemberi solusi. Bukan malah ikut menggerogoti seperti virus.
“Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan dapat suntikan dana Rp 152,15 triliun? Loh, BUMN itu yang harusnya nyuntik negara. Kok malah jadi “vampir" penghisap uang negara? Menyedihkan!” kesalnya kepada redaksi, Kamis (14/5).
“Erick Thohir (Menteri BUMN) katanya jagoan ekonomi. Jadi bingung,” sindir ketua DPP Partai Gerindra itu.
Menurutnya, daripada uang ratusan triliun rupiah itu digelontorkan untuk BUMN, lebih baik diarahkan untuk memberi subsidi pembayaran BPJS Kesehatan rakyat.
Terlebih saat ini pemerintah telah membebankan defisit anggaran BPJS Kesehatan kepada rakyat melalui iuran peserta yang dinaikkan hingga hampir dua kali lipat.
“Jadi bukannya rakyat dibebani dan peras, sementara pengelolaan BUMN banyak telah terbukti tidak becus dan merugi, hanya jadi bancakan. Bahkan ada BUMN yang baru didengar namanya oleh ,enkeu SMI dapat penyertaan modal negara (PMN),” tegasnya.
“Kebijakan pemerintah saat ini tidak ada lagi yang pro rakyat. Subsidi BPJS kan lebih dari cukup dibanding suntik dana ke BUMN Rp 152,15 triliun,” demikian Iwan Sumule. []