DEMOKRASI.CO.ID - Presiden Jokowi awal pekan lalu diam-diam telah menaikkan premi angsuran peserta BPJS Kesehatan untuk kelas 1 dan kelas II.
Dalam Perpres 64/2020 itu, tertulis untuk peserta Kelas I tiap peserta diberi beban tanggungan Rp 150 ribu per bulan sedangkan kelas II diberi beban iuran senilai Rp 100 ribu.
Pengamat Politik Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Andi Yusran mengatakan kebijakan menaikan nilau iuran BPJS Kesehatan di tengah terpuruknya kondisi ekonomi adalah kebijakan yang tidak bijak.
Kata Doktor Politik Universitas Padjajaran ini, seharusnya di saat pandemik virus corona baru (Covid-19) pemerintah membebaskan beban iuran BPJS.
"Menaikan iuran BPJS ditengah ‘kemerosotan’ ekonomi adalah kebijakan yang tidak bijak. Mengingat pengguna BPJS yang dominan adalah masyarakat menengah ke bawah yang justru mayoritas terpapar ekonominya akibat pandemik C-19 , bukan malah sebaliknya," demikian kata Ando Yusran kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu dinihari ((17/5).
Lebih lanjut, Andi menyebutkan bahwa sektor kesehatan adalah jenis kebijakan khusus yang menjadi tanggungjawab negara. Sebabnya, sektor kesehatan adalah kebutuhan mendasar dari setiap warga negara.
Dengan demikian, kebijakan menaikkan iuran BPJS Kesehatan adalah tindakan yang tidak tepat dilakukan oleh pemerintah.
"Kebijakan di sektor kesehatan adalah jenis kebijakan yang khusus yang menjadi tanggungjawab negara dan mesti ditunaikan. Sebagai hak dasar publik, pelayanan kesehatan sejatinya diperoleh seluruh strata warga negara secara cuma-cuma ," demikian kata Andi. (Rmol)