DEMOKRASI.CO.ID - Para ahli mengatakan bahwa kecenderungan masyarakat untuk mudik tetap tinggi meskipun Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan larangan mudik Lebaran pada momen Hari Raya Idulfitri 1441 H.
Bahkan, ahli memprediksikan perkiraan kenaikan kasus Covid-19 per hari di Pulau Jawa yang cukup signifikan.
Kenaikan kasus tersebut akan terjadi mulai minggu ke-2 bulan Ramadan hingga mencapai puncaknya di hari Lebaran.
Prediksi ini dibuat oleh Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono bersama dengan timnya dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKMUI).
Pandu menyebutkan bahwa pemodelan yang mereka buat berdasarkan kecenderungan tindak mobilitas masyarakat melalui perilaku mudik dan tidak mudik.
Menurut Pandu, efek dari mobilitas atau pergerakan masyarakat di tengah pandemi ini sangat berpengaruh terhadap bertambahnya jumlah kasus konfirmasi positif Covid-19 di wilayah lain Pulau Jawa non-Jakarta.
“Kembalinya pekerja informal ke kampung halaman atau mudik terbukti secara empiris terjadi pertambahan jumlah kasus per hari di Pulau Jawa selain Jakarta,” kata Pandu dalam diskusi daring bertajuk “Mobilitas Penduduk dan Covid-19: Implikasi Sosial, Ekonomi, dan Politik” pada Senin (4/5/2020).
Pemodelan data perkiraan pertambahan kasus akibat pergerakan penduduk ini dihimpun oleh Pandu dan timnya berdasarkakn data utama terkait orang dari Jakarta, Depok, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) yang melakukan mudik lebaran ke provinsi Jawa lainnya.
Berdasarkan survei potensi pemudik angkutan lebaran tahun 2019 oleh Kemenhub, tercatat ada 14,9 juta orang atau sekitar 44,1 persen dari warga Jabodetabek yang mudik lebaran pada tahun 2019.
Selanjutnya, data dari survei oleh Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek pada 2020, memprediksikan ada 56 persen warga Jabodetabek yang tidak mudik, 37 persen masih mempertimbangkan akan mudik, dan 7 persen yang telah mudik.
Lantas, pemodelan yang dibuat oleh Pandu dan timnya mengasumsikan ada sekitar 20 persen penduduk Jabodetabek yang mudik ke wilayah lainnya di Pulau Jawa selama rata-rata 7 hari.
Diprediksikan, kenaikan kasus untuk orang-orang yang perlu dirawat di rumah sakit secara signifikan mulai terjadi pada minggu ke-2 bulan Ramadan.
“Kenaikan signifikan kasus yang perlu perawatan rumah sakit, mulai (terjadi) di minggu ke-2 bulan puasa dengan puncak saat Lebaran,” jelas Pandu.
Diperkirakan kasus akan mencapai puncaknya pada Minggu (24/5/2020).
Kasus tersebut akan mencapai angka 40 ribu, saat warga Jabodetabek melakukan mudik ke wilayah Pulau Jawa non-Jakarta.
Meskipun perkiraan mudik hanya 20 persen.
Hal ini juga sama dengan perkiraan puncak kasus yang diprediksi akan terjadi saat Lebaran, ketika masyarakat Jabodetabek tidak mudik.
Namun, jumlah kasusnya akan lebih rendah, yaitu sekitar 30 ribu kasus.
Sedangkan, perkiraan kasus di Jabodetabek sendiri diprediksi mengalami penurunan jika 20 persen warganya mudik.
Jumlah kasus yang membutuhkan perawatan rumah sakit pun di bawah 10 ribu kasus.
Namun, jumlah kasus di Jabodetabek mengalami tanda-tanda untuk kembali meningkat usai Idulfitri.
Tepatnya, setelah 20 persen warga yang mudik kembali ke Jabodetabek pada Minggu (31/5/2020).
Dengan perkiraan, ada tambahan warga yang juga kemmbali ke Jabodetabek menjadi 25 persen.
Maka, mulai 1 Juni 2020 bahkan diperkirakan akan bisa mencapai seribu jumlah kasus yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.
“Pemodelan ini mengindikasikan adanya eskalasi (kenaikan kasus) penularan Covid-19 akibat mobilitas penduduk (yang melakukan) mudik,” pungkas Pandu. []