DEMOKRASI.CO.ID - Penjemputan kembali Habib Bahar bin Smith oleh petugas dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM bersama kepolisian mengundang pro dan kontra.
Ditjen PAS disebut mencabut izin asimilasi terhadap terpidana kasus penganiayaan Bahar bin Smith.
Dirjen Pemasyarakatan Reynhard Silitonga mengatakan, izin asimilasi Bahar dicabut karena Bahar telah melakukan pelanggaran khusus saat menjalani masa asimilasi.
"Selama menjalankan asimilasi, yang bersangkutan tidak mengindahkan dan mengikuti bimbingan yang dilakukan oleh PK (Petugas Kemasyarakatan) Bapas Bogor yang memiliki kewenangan melakukan pembimbingan dan pengawasan pelaksanaan asimilasi di rumah," kata Reynhard dalam siaran pers, Selasa (19/5/2020).
Ada dua hal yang membuat Bahar dinyatakan melakukan pelanggaran.
Pertama, ia melakukan beberapa tindakan yang dianggap telah menimbulkan keresahan di masyarkat.
Kegiatan yang dimaksud adalah memberikan ceramah bernada provokatif dan menyebarkan rasa permusuhan dan kebencian kepada pemerintah serta video ceramah tersebut yang menjadi viral dan menimbulkan keresahan di masyarakat.
Kedua, Habib Bahar telah melanggar aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dengan telah mengumpulkan orang banyak dalam kegiatan ceramahnya.
"Atas perbuatan tersebut, maka kepada yang bersangkutan dinyatakan telah melanggar syarat khusus asimilasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 136 ayat 2 huruf e Permenkumham Nomor 3 Tahun 2018 dan kepadanya dicabut asimilasinya," kata Reynhard.
Sejumlah pihak menuding penangkapan Habib Bahar ini sebagai tindakan diskriminatif.
Politisi Partai Gerindra, Fadli Zon mempertanyakan tentang penangkapan itu.
Apalagi, penangkapan dilakukan pada tengah malam atau dini hari, dengan membawa banyak personil bersenjata lengkap ke pondok pesantren tempat Habib Bahar mengajar.
"Pak Kapolri. Kenapa Habib Bahar Smith diperlakukan diskriminatif? Hukum benar2 sdh jadi alat kekuasaan? Apalagi ditangkap di tengah malam di bulan suci Ramadhan di Pesantrennya pula. Apa negeri ini masih bisa disebut demokrasi?" tulis Fadli Zon dikutip Wartakotalive.com dari Twitternya, Selasa (19/5/2020). (*)