DEMOKRASI.CO.ID - Rencana mencetak uang yang didengungkan DPR memang memiliki risiko tinggi dan akan berdampak negatif bagi warga miskin. Apalagi, jika uang yang dicetak dalam jumlah yang sangat besar. Rupiah bisa anjlok tak bernilai.
Begitu tegas ekonom senior Dradjad Wibowo menanggapi penolakan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo atas desakan Badan Anggaran (Banggar) DPR.
“Mencetak uang baru itu risikonya sangat tinggi. Lembar 100 ribu bisa-bisa buat beli tempe saja kurang,” ujarnya, Minggu (10/4).
Namun demikian, penolakan Perry Warjiyo itu tentu menimbulkan polemik baru. Setidaknya, Dradjad mempertanyakan sumber pendanaan alternatif untuk stimulus pemulihan ekonomi.
“Semua ekonom sangat memahami alasan BI menolak mencetak uang. Tapi dilemanya, kita mau cari uang dari mana?” katanya.
“Sekarang pajak jeblok. Bahkan penerimaan pajak kuartal I 2020 hanya Rp 246,1 triliun, turun Rp 6,1 triliun dibanding kuartal I 2019,” tambahnya. []