DEMOKRASI.CO.ID - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menegaskan pembayaran Dana Bagi Hasil (DBH) oleh Kementerian Keuangan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak terkait dengan hasil audit BPK.
Hal serupa berlaku juga terhadap pembayaran DBH dari Kementerian Keuangan kepada pemerintah daerah lainnya.
"Penting untuk ditegaskan di sini, tidak relevan menggunakan pemeriksaan BPK sebagai dasar untuk bayar DBH. Tidak ada hubungan, saya sudah jelaskan, tidak ada hubungan antara pembayaran kewajiban Kementerian Keuangan kepada Pemprov DKI atau pemerintah daerah mana pun," ujar Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam video conference, Senin (11/5).
Menurutnya, tidak ada satupun ketentuan undang-undang yang mengatur bahwa pembayaran kewajiban oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah menunggu hasil audit BPK.
Baik itu dalam undang-undang dasar, UU 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, maupun UU nomor 1 tahun 204 tentang Perbendaharaan Negara.
"Silakan saja Kementerian Keuangan untuk membuat keputusan masalah bayar atau tidak bayar, itu di tangan Kementerian Keuangan, tidak perlu dihubung-hubungkan dengan pemeriksaan oleh BPK," katanya.
Tak hanya itu, ia mengaku telah melayangkan surat resmi kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait kurang bayar DBH Kementerian Keuangan kepada DKI Jakarta. Surat tersebut tertanggal 28 April 2020.
"Silahkan dibaca pada surat resmi yang kami sampaikan kepada Menteri Keuangan," ujarnya.
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menjelaskan DBH baru bisa dibayarkan oleh pusat setelah tutup buku akhir tahun dan telah diaudit oleh BPK sehingga akuntabel.
Menurutnya, hal itu mengacu pada Pasal 23 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004. Jika setelah audit BPK ada potensi kekurangan atau kelebihan bayar, maka sekalian akan dibayarkan ke daerah.
Singkatnya, DBH tahun 2018 baru akan terealisasi pada pertengahan tahun 2019 setelah melalui audit BPK. Jika ada potensi kurang bayar pada 2018, maka akan dibayarkan pada 2019 dan seterusnya.
Potensi kurang bayar juga baru diketahui pasti setelah audit BPK selesai, biasanya DBH dibayarkan pada sekitar bulan Agustus-November.
"Ketika audit BPK selesai, akan diketahui angka realisasi sebagai dasar DBH, maka dihitung ulang sesuai realisasi dan dibayarkan ke daerah," kata Yustinus.
Dalam kasus DBH DKI Jakarta, pemerintah mempercepat pembayaran DBH kurang bayar pada April untuk membantu menangani dampak pandemi covid-19. Pembayaran DBH pada April ini sesuai PMK 36/2020 untuk DKI dibayar 50 persen atau senilai Rp2,5 triliun.
"DKI punya hak atas kurang bayar DBH 2019 sebesar Rp5,1 triliun dan audit BPK 2019 belum selesai," ujarnya. (*)