logo
×

Sabtu, 16 Mei 2020

Ampun... Ijazah Universitas Indonesia pun Dijual di Tokopedia

Ampun... Ijazah Universitas Indonesia pun Dijual di Tokopedia

DEMOKRASI.CO.ID - Di era e-commerce apa saja bisa dijual secara daring. Setelah heboh surat bebas covid 19 yang diperjualbelikan di beberapa online marketplace, Kamis (14/5) kemarin giliran ijazah palsu Universitas Indonesia (UI) yang ditawarkan di Tokopedia. Harganya? Tak mahal. Rp 6 juta saja.

Istimewanya di bawah foto contoh ijazah tersebut, si penjual juga mencantumkan informasi produk. Mulai dari berat ijazah 3 gram, kondisi baru, pemesanan minimal 1 buah. Selain itu, dalam deskripsi produk, dia menawarkan jasa kepengurusan ijazah untuk SMA, D3, S1.

Dan ini yang mencengangkan, dia berani membubuhkan: legal, resmi, terpercaya, terakreditasi. Luar biasa.

Pihak penjual menggunakan SKK Dokumen sebagai bendera usahanya. Dia pun merayu calon konsumennnya dengan embel-embel siap membantu Anda yang kesulitan karena tidak ada waktu untuk kuliah karena terbentur jam kerja.

Dia juga mengiming-imingi calon konsumennnya dengan sederet pemanis lainnya. Mulai dari membantu membuatkan ijazah yang hilang, rusak, dicuri, kebakaran, kecelakaan, dll, juga mereka yang drop out takut dimarahi orang tua, memoles nilai IPK, hingga ijazah yang ditahan perusahaan tapi ingin segera pindah kerja.

Adalah pengacara spesialis perlindungan konsumen David Tobing yang mengungkapkan perdagangan ilegal ini. Di laman Facebook-nya ia memposting foto penjualan ijazah palsu itu.
Kabar itu sebelumya ia peroleh dari seorang rekannnya, sesama alumni UI, yang menghubunginya Kamis (14/5) kemarin. Ia pun buru-buru menindaklanjuti informasi itu. Dan saat ia membuka situs Tokopedia, ternyata sudah ada tulisan “toko ini dalam pengawasan”.

Selanjutnya setiap jam ia mengintip Tokopedia. Tapi belum ada tindakan. “Seharusnya Tokopedia segera men-take down, menurunkan iklan itu,” sahut David kepada SINDOnews. Bahkan,”Si toko harus dikeluarkan, karena yang dia jual adalah ijazah dan surat-surat palsu.”

Sampai akhirnya pada pukul 20.52 ia memutuskan untuk masuk ke kolom pengaduan Tokopedia. Dan kurang lebih satu jam kemudian ia cek lagi. Rupanya laman itu sudah tidak ada. Tapi tetap saja ia menyesalkan mengapa pengelola platform tidak merespons penipuan itu dengan cepat dan tanggap. “Yang namanya penipuan itu dalam hitungan detik sudah terjadi transaksi, pembayaran,” ujarnya.

Tidak seharusnya Tokopedia masih mencantumkan kalimat “toko ini dalam pengawasan”, langsung aja ditake down,” kecamnya. “Itu kan barang illegal, masa ada orang bisa jual ijazah.”

David tentu tidak tahu berapa sudah konsumen yang terperdaya oleh janji manis yang disodorkan pihak SKK Dokumen. Sebab, bukan tidak mungkin transaksi sudah terjadi tidak melalui Tokopedia. “Bisa saja transaksi terjadi langsung lewat japri (jaringan pribadi), karena di situ ditulis nomer telepon,” katanya. Lagipula, ia melanjutkan, tidak mungkin orang transaksi tertulis di situ.

Ia pun curiga platform online hanya dijadikan tempat untuk pemasaran saja.

Tak lupa ia mengingatkan, baik pihak pengelola belanja online maupun toko yang menggelar dagangannya dapat dijerat dengan pasal-pasal pidana umum.

Selanjutnya dalam ranah UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), pelaku usahanya bisa kena pasal pemalsuan. Sedangkan pihak marketplacenya bisa dikenakan Pasal 55 KUHP, yakni turut membantu. Belum lagi dari sisi UU Konsumen, mereka bisa dituduh mengiklankan seuatu yang belum pasti, sama dengan memberi keterangan palsu, juga dokumen palsu.

Pekerjakan orang untuk memonitor dan menerima pengaduan

Ironis, memang. Bagaimana Tokopedia yang sudah berstatus unicorn bisa seteledor itu. Bahkan penjualan ijazah palsu ini hanya terjadi selang satu hari dengan heboh penjualan surat keterangan bebas covid 19 yang dijual Tokopedia bersama beberapa marketplace online, seperti Shopee, Lazada, BliBli, dan Bukalapak.

Khusus soal ini Tokopedia sudah memberikan tanggapan. Dalam keterangan resminya, External Communications Senior Lead Tokopedia, Ekhel Chandra Wijaya, mengatakan, Tokopedia saat ini telah menindak produk dan toko yang dimaksud sesuai dengan prosedur.

"Jika ada penjual yang melanggar, Tokopedia berhak melakukan tindakan berupa pemeriksaan, penundaan atau penurunan konten, serta tindakan lain sesuai prosedur," ujar Ekhel, Kamis (14/5/2020).

Terkait ditemukannya surat pernyataan sehat dari virus Corona di platform Tokopedia, pihaknya menginformasikan bahwa tidak terjadi transaksi atas produk ini. "Kami juga kembali menegaskan, saat ini Tokopedia telah melarang tayang produk dan/atau toko yang melanggar tersebut," tegasnya.

Lebih lanjut menurutnya, sebagai upaya menciptakan peluang bagi para penjual di Indonesia, Tokopedia bersifat user generated content (UGC). Artinya, setiap pihak dapat melakukan pengunggahan produk di Tokopedia secara mandiri.

Meski UGC bermanfaat, Ekhel menyebut, Tokopedia tetap harus melakukan aksi proaktif untuk menjaga norma dan hukum yang berlaku. "Aksi proaktif pun terus kami lakukan untuk menjaga aktivitas dalam platform Tokopedia tetap sesuai dengan hukum yang berlaku," tuturnya.

Dia juga mengimbau kepada masyarakat agar dapat melaporkan produk yang melanggar syarat dan ketentuan Tokopedia atau hukum yang berlaku di Indonesia, langsung dari fitur Laporkan yang ada di setiap halaman produk.

Pihak Shopee juga menyatakan telah menurunkan produk dan menutup toko tersebut. "Shopee telah menurunkan produk dan menutup toko tersebut dari platform kami," ungkap Public Relations Lead Shopee Indonesia, Aditya Maulana kepada SINDOnews dalam keterangan tertulisnya, Kamis (14/5/2020).

Lebih lanjut, Aditya mengungkapkan, kenyamanan dan keamanan para pengguna Shopee dan masyarakat menjadi prioritas perusahaan di tengah pandemik. "Kami tidak menolerir tindakan yang mengeksploitasi situasi COVID-19 dan membahayakan keselamatan publik," tambahnya.

Disebutkannya, Shopee memiliki tim internal yang selalu mengecek produk-produk di dalam platform-nya. Tim internal ini bertugas memastikan semua produk yang ada sudah sesuai SOP yang berlaku dan aturan ketat Shopee.

"Jika terdapat penjualan produk-produk yang tak mendapatkan izin dan membahayakan bagi pengguna, tim internal Shopee segera menindaklanjuti," klaimnya.

Kendati begitu, menurut David, Tokopedia dan online marketplace lainnya tidak bisa lepas tangan begitu saja. “Ini artinya filter mereka enggak benar,” katanya.

Sebagai konten terlarang, sebagaimana halnya pornografi, perdagangan bayi, organ tubuh, itu seharusnya sudah tersaring agar tak lolos untuk ditransaksikan.

Seharusnya, kata David, mereka memasang orang untuk memantau komoditi-komoditi terlarang. Jangan cuma menunggu dari pengaduan masyarakat. “Kan belum tentu semua orang mau aktif mengadu,” cetusnya.

Agar komoditi sejenis tak muncul lagi di platform bisnis dijital, ia mengusulkan agar mereka mempekerjakan orang yang bertugas memonitor dan menerima pengaduan. Penerima pengaduan jumlahnya harus diseuaikan dari banyaknya transaksi.

Sekadar informasi Tokopedia saat ini memiliki 91 juta pelanggan. “Jangan seperti sekarang, mau mengadu sangat susah, ke hotline lama, ke email lelet,” keluhnya. []
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: