Dr. H. Arip Rahman, Lc
IBNU Sina (980-1037 M) yang di dunia Barat lebih dikenal Avicenna keteladanannya sebagai “Bapak Kedokteran Modern” pernah diangkat dalam film di Rusia. Film yang diproduksi 64 tahun tersebut ditonton jutaan orang lewat medsos karena apa yang dilakukan Ibnu Sina melawan virus saat itu sama dengan kondisi Pandemi Covid-19 sekarang.
Ibnu Sina memerintahkan masyarakat agar tidak berkumpul di jalan, pasar, dan masjid. Karena apabila seorang terkena virus dapat menularkan kepada ratusan orang lain.
Tokoh yang lahir di Afsana (Uzbekistan) bisa jadi orang pertama mempraktikkan metode social distancing, physical distancing dan no social panic dalam melawan virus yang menyebabkan kematian “al-maut al aswad” pada sepuluh abad lalu. Untuk mengantisipasi virus, Ibnu Sina menganjurkan masyarakat menggunakan cuka dan berkumur dengan air dicampur daun apsitus/Wormwood (artemisia absinthium).
Selanjutnya dalam masa genting itu, ia meminta masyarakat tidak takut kepada virus (Corona) dan orang yang membawa uang segera distelirkan dengan cairan campur cuka. Juga ia mengimbau masyarakat agar tidak terpapar social panic (takut berlebihan). Karena hal tersebut bisa menjadi penyebab kematian yang lebih ganas daripada virus sendiri. Tambahnya masyarakat agar menjaga jarak (physical distancing) guna memutus mata rantai penularan virus lebih cepat.
Menurut pengarang kitab As-Syifa (penyembuhan) dan Qonun fi At -Thib (qonun kedokteran) ini, virus yang ukuran kecil itu tidak dapat dilihat dengan kasat mata apabila tersebar akan menyebabkan orang terjangkit beragam gejala seperti batuk, sesak napas, bahkan dapat mengakibatkan kematian secara mendadak. Virus bisa menular lewat tangan (bersalaman), wajah (ciuman), rambut bahkan bisa lewat pakaian yang dikenakan oleh orang yang terpapar virus seperti corona saat ini.
Metode dan praktik kedokteran Ibnu Sina dalam perang melawan virus tersebut dapat diungguh pada film durasi kurang dari 4 menit di medsos akhir-akhir ini. Dalam adegan film hitam putih itu, terdapat percakapan Ibnu Sina dengan muridnya yang menyarankan agar senantiasa tenang dan waspada menghadapi virus yang mengancam anak cucu Adam seantero dunia.
Pasalnya jaga jarak yang dianjurkan oleh Ibnu Sina juga disampaikan oleh World Health Organization (WHO) dan seluruh pemerintah dunia selaras dengan apa yang telah dilakukan Ibnu Sina. Saat ini, khususnya di masyarakat Indonesia tidak jarang terdapat kecurigaan sesama masyarakat disebabkan virus corona.
Bahkan, rasa takut untuk berdekatan dengan siapa-pun dan berupaya dalam semua kegiatan untuk tetap berjarak dengan orang lain sebagaimana dialami oleh penulis sendiri.
Kondisi ini disayangkan karena ketakutan masyarakat terhadap penyebaran virus corona yang berlebihan. Misalkan sebagian orang melakukan penolakan terhadap jenazah yang mengidap virus corona untuk dimakamkan di wilayahnya. Kepanikan berlebihan akan mendahului ketenangan dan segala tindakan.
Penolakan seperti itu merupakan indikasi dari kekhawatiran publik terhadap Covid 19.
Gerakan penolakannya melibatkan unsur solidaritas warga. Sebagai bukti bahwa kepanikan tidak hanya bersifat personal, akan tetapi sudah menjelma menjadi kelompok atau massa.
Kecemasan massa terhadap virus corona kemungkinan tidak akan menentramkan kondisi sosial saat ini. Karena, seseorang atau kelompok dalam keadaan panik atau cemas sulit menghasilkan keputusan yang jernih, salah satunya penolakan jenazah dan pasien terpapar pandemi. Social panic seperti ini seharusnya dinetralisir agar masyarakat tetap bersama-sama waspada dengan cara yang lebih elegan dan manusiawi.
Premis tersebut apabila dianalisis memiliki kandungan makna yang tepat untuk diimplementasikan saat ini. Kepanikan dan ketenangan ini juga berlaku pada kelompok atau massa. Ketika ketenangan mendahului segala tindakan kelompok, tentu akan menghasilkan keputusan yang lebih baik dari keputusan hasil dari kepanikan.
Kewaspadaan masyarakat terhadap kelompok lain bisa dilakukan dengan bijaksana tanpa unsur-unsur mengerdilkan satu sama lain.
Namun demikian jangan terlalu takut berlebihan terhadap Covid-19, sebagaimana nasihat filosofi Ibnu Sina “sesungguhnya orang yang tidak takut kepada penyakit, maka penyakitlah yang akan takut kepada orang tersebut, dan akhirnya virus tersebut mati”.
Teori melawan virus dan pengobatannya ala Ibnu Sina ini lebih mendekatkan secara psikologi medis terhadap masyarakat. Hal ini sebagaimana terlihat dalam kitabnya “As Syifa” yang artinya “penyembuhan” diharapkan agar jiwa manusia sembuh terlebih dahulu karena hal itu lebih penting dari kesembuhan raga.
Sebagaimana dikisahkan, pada saat muridnya bertanya kepada Ibnu Sina, apa yang harus dilakukan menghadapi virus tersebut? Sang guru menjawab, “kamu harus menghadapi virus dengan percaya diri dan katakan padanya jangan mendekatinya”. Seraya muridnya berkata, “wahai virus, apabila engkau mendekatiku, katahuilah bahwa saya akan mencukur jengotmu yang tipis pesen itu. Saya bersumpah tidak takut kepadamu, wahai virus”.
Metode psikologi medis Ibnu Sina ini dilakukan agar masyarakat jangan terlalu cemas menghadapi kondisi ini. Karena kalau kecemasan menghantuinya, maka ia akan meninggal dunia sebelum virus itu menghampirinya.
Ibnu Sina menjunjung tinggi profesinya sebagai dokter, ia sering menemui orang yang sangat terpandang pada saat itu, ia adalah Abu Raihan Al-Biruni (873-1048 M) yang kemudian menjadi sahabat karibnya. Dikisahkan sebelum komunikasi dengan Al-Biruni, Ibnu Sina meminta sanitizer dan pakaian bersih serta seember air dicampur cuka untuk mencuci tangan dan wajahnya.
Lalu Al-Biruni bertanya kepadanya, “kebiasaan ini berasal dari bangsa mana dan dari negeri mana?” Ibnu Sina menjawab, “cara ini harus dilakukan oleh seluruh masyarakat negeri Khawarizmi agar dapat menghalau virus”.
Selanjutnya Al-Biruni mempersilahkan tamunya masuk ke rumahnya seraya bertanya, apakah virus ini bisa dilawan? Ibnu Sina menjawab, “sangat mungkin sekali, kita harus mengedukasi masyarakat agar jangan terlalu takut terhadap virus”.
Bahwa virus ini menular dari satu orang ke orang lain, lewat tangan, wajah bahkan virus bisa ditularkan lewat udara. Untuk itu disarankan agar manusia tidak berkumpul, pasar diliburkan dan masjid harus segera dikunci untuk sementara waktu hingga wabah yang mematikan habis di muka bumi, dan masyarakat cukup beribadah di rumahnya sahaja.
Pada zaman Ibnu Sina, edukasi perlawanan masif masyarakat terhadap virus dilakukan oleh pejabat pemerintah dengan turun ke jalan-jalan dan disampaikan kepada mereka agar melakukan social distancing, physical distancing karena virus dapat menular dari orang ke orang.
Guna menghindari virus misalkan uang yang merupakan alat tukar harus diseterilkan ke dalam air yang sudah dicampur dengan cuka.
Ibnu Sina berkata “janganlah kalian terlalu takut pada virus, stay at home dan bersenang-senanglah karena virus akan lari ketika melihat kalian bahagia. Dan ketahuilah wahai manusia satu orang sakit bisa menularkan kepada ratusan orang yang sehat”. “Tinggalkan masjid, stay at home dan beribadah di rumah masing-masing apabila ingin terjauh dari wabah” imbuh Ibnu Sina.
Kepiawian Ibnu Sina yang memadukan teori, praktek kedokteran dan keikhlasan pengabdian kepada masyarakat sudah dilakukan sejak ia berusia 16 tahun. Sejak beliau sudah memperoleh status penuh sebagai dokter yang berkualitas dan menemukan bahwa "Kedokteran adalah ilmu yang sulit ataupun berduri, seperti matematika dan metafisika, sehingga segera membuat kemajuan besar, saya menjadi dokter yang sangat baik dan mulai merawat pasien, menggunakan obat yang disetujui".
Ketenaran Ibnu Sina menyebar dengan cepat dan dia merawat banyak pasien tanpa meminta bayaran.
Kita dapat mengambil pelajaran dari ketuladanan Ibnu Sina karena ia sebagai seorang filosof muslim, ia juga adalah dokter yang dermawan dan ketika terjadi wabah virus di negerinya yang jumlah dokter sangat sedikit kala itu, ia senantiasa berkunjung ke pasen miskin yang tidak memiliki kemampuan untuk berobat.
Kesungguhan dan pengabdian Ibnu Sina dalam bidang kedokteran terbukti, di mana ia senantiasa berguru dan bersilaturahmi kepada para dokter senior seperti Al-Husein Bin Nuh Al-Qomari dan Abi Sahal Al-Musayyab. Ia tidak hanya belajar teori kedokteran, namun ia selalu mempraktekkan kepada pasen yang menjadi tangung-jawabnya. Dan hal itu ia lakukan tanpa pamrih.
Hampir satu bulan Indonesia dirundung wabah virus corona atau Covid-19. Tidak hanya Indonesia, bahkan seluruh negara sedang bersusah payah untuk memutus rantai persebaran virus berbahaya ini. Ketentuan-ketentuan seperti physical distancing, di rumah saja -jaga jarak, tidak ada kepanikan sosial -no social panic dan tidak boleh mudik, hal ini akan menimbulkan karakter baru di masyarakat.
Tentunya masyarakat harus memilih agar menjaga solidaritas dan keguyuban yang sebelumnya dijalin, bukan semakin membuat jarak dengan masyarakat lain.
Pasca virus ini usai, dengan ketenangan dan kesabarannya kita bisa berpikir dengan baik untuk melanjutkan aktivitas positif sehari-hari. Kita tetap bersolidaritas dan tidak untuk memilih jalan perpecahan.
Di akhir artikel ini, penulis mengutip pesan tokoh kedokteran dunia ini yang dikenal juga dengan sebutan Sheikh al-Rayees menyatakan, “Kepanikan adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat dan kesabaraan adalah permulaan kesembuhan”.
(Dekan Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Tazkia (Institut Tazkia), Sentul-Bogor; Wakil Ketua Himpunan Alumni Maroko di Indonesia (HIMAMI)