Oleh: Margarito Kamis
PERATURAN Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keungan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Masya Allah. Dalam sejarah, ini judul Perppu terpanjang di dunia untuk sebuah UU. Karena terlampau panjang, maka saya akan menyebut Perpu ini dengan “Perpu Corona.” Perpu yang “ngaco” ini telah dimohonkan pengujiannya ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh beberapa kelompok masyarakat.
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dengan Bonyamin Saiman sebagai bosnya berada di satu sisi sebagai kelompok pemohon ke MK. Dan Pak Amien Rais, Pak Din Syamsudin, Pak Srie Edi Swasono, dan kawan-kawan berada di sisi lain juga sebagai kelompok masyarakat yang memohonkannya.
Argumentasi spesifik mereka, sejauh ini belum diketahui. Tetapi dapat diduga argumentasi primer mereka pasti tidak jauh dari penilaian Perpu ini bertentangan dengan sejumlah pasal dalam UUD 1945. Seluruhnyakah atau sebagian yang nyata-nyata atau potensial bertentangan? Dugaan saya pasti diuraikan dalam permohonan mereka.
Pasal 27 dan 28 Perpu ini memang membuat nalar orang sehat pening sepening-peningnya. Tetapi saya ingin mengenal satu hal yang, dalam penilaian saya cukup menarik. Hal yang menarik itu adalah Bank Indonesia diberi kewenangan lain dalam Perpu ini. Bagi saya ini menarik, karena sejumlah alasan.
Apakah ada sistem keuangan di dunia, yang bertuan pada tuan “takur – Amerika” dengan “Wall Streetnya” yang tidak pernah stabil? Adakah sistem keuangan di dunia ini yang tidak terjalin dengan standar mata uang? Uang kertas yang beredar? Tingkat suku bunga kredit? Jual beli bank note? Kegagalan bayar kredit karena berbagai faktor dan sejenisnya?
Bila jawabannya tidak ada, maka soalnya adalah adakah sistem keuangan di dunia yang, sekali lagi, stabil? Bila ada, mengapa gold dan silver ditolak sebagai standar mata uang? Dipukul telak dengan taktik licik oleh jagoan-jagoan Wall Street, yang dimotori oleh JP. Morgan, Rockeffeller, Jacob Schift dan Paul Moris Warburg?
Tidakkah sistem keuangan khas jagoan-jagoan ini dalam “esensinya” memang elastis dan dinamis? Tidakkah sistem keuangan khas jagoan-jagoan ini dimaksudkan untuk terus-menerus memproduksi inflasi dan deflasi? Bahkan juga memproduksi krisis? Lalu setelah krisis,menerpa keuangan negara, bank sentral muncul menjadi bukan lending of last resort, tetapi juga mengatur kebijakan ekonomi nasional?
Perspektif membantu siapapun memahami judul Perpu ini. Sekali lagi, tidak ada sistem keuangan yang dibuat stabil, tetapi mau distabilkan. Karena begitulah sifat bawaan sistem keuangan, maka unintended expected di Perpu ini tidak jauh dari “mengonsolidasi ketidakstabilan” sistem keuangan itu.
Mengapa begitu? Karena pemerintah, bukan “corporasi” yang dibebani tanggung jawab mengurus rakyat. Kerja perusahaan ya cari untung, untung dan untung. Begitulah cara berpikir J.P Morgan, Rockeffeller, Jacob Schif dan Paul Morizt Warburg. Orang-orang yang merancang terciptanya The Federal Reserve, The Fed’s. Krisis datang, maka korporasi meminta uluran tangan pemerinah. Begitu seterusnya cara mereka melipat gandakan perampokan uang negara.
Cara pandang ini memang tidak dibayangkan oleh Alexander Hamilton, Menteri keuangan pertama di Amerika Serikat. Alexander Hamilton, dapat disebut sebagai bapak pencipta Bank Sentral Amerika. Pada mulanya Bank Of England. Bukan Reicsbank Swedia dan Jerman, yang ditunjuk Hamilton dalam merancang Firts American Bank.
Bank ini, dalam rancangan Hamilton, hanya dimaksudkan untuk menampung perolehan pajak, serta memudahkan pembiayaan perang. Dalamm pandangan Hamilton, itulah fungsi awal Bank of England. Itulah yang Hamilton kehendaki dari Bank yang mati-matian ia perjuankan pembentukannya, yang kelak dikenal dengan sebutan Bank Sentral.
Hamilton memang mendapat tantang sangat keras oleh Thomas Jefferson dan James Madison. Tetapi Presiden Amerika ini kalah. Lahirlah “First American Bank” yang diberi waktu operasi selama 20 tahun. Tidak lebih. Masa operasinya berakhir pada tahun 1816.
Supaya operasi “First American Bank” dapat dilanjutkan, maka diciptakanlah perang tahun 1812 itu. Perang ini menjadi alasan utama agar bank itu dilanjutkan lagi operasinya. Maka lahirlah “The Second American Bank”. Masa operasinya berakhir pada tahun 1836.
Mau diperpanjang lagi, tetapi Presiden mereka Andrew Jackson menolak. Jackson memveto UU baru yang akan yang memperpanjang operasinya bank ini. Veto Jackson itu mengakibatkan untuk waktu 78 tahun lamanya, Amerika tak punya Bank Sentral.
Tetapi kelak tiba waktunya Amerika berjaya dengan Bank Sentral. Kejayaan itu datang setelah empat tokoh di atas menyingsingkan lengan baju masuki panggung politik. Apakah mereka menjadi Presiden? Tidak. Menjadi legislator? Juga Tidak.
Mereka menggunakan politisi –capres- dan legislator serta ilmuan dari universitas-universitas ternama untuk menggolkan gagasan Bank Sentral. Itu yang mengakibatkan Oliver Mithcell Sprague, yang menulis History of Crises under The National Bank dan kelak memimpin pembentukan Harvard Graduate Schooll of Bussiness ini, tak berdaya menghadapi mereka.
Sprague bersandar pada pandangan Bagehot, pencipta Bank of England sebagai Bank Sentral yang berkedudukan di Lombar Street, semacam Wall Streetnya Inggris. Bagehot menyatakan Bank of England juga menghasilkan krisis keuangan. Itu sebabnya Bagehot menghendaki agar Bank of England sebagai Bank Sentral yang berfungsi sebagai lending of last resort harus dibebani tanggung jawab sosial. Sayangnya, gagasan ini ditolak kawan-kawannya di Bank of England.
Sembari bersandar pada pandangan Bagehot, Sprague dengan meyakinkan pengalaman Bank Sentral, baik Inggris maupun Amerika. Menurutnya, pengalaman kedua negra ini menunjukan bank akan memperluas stabilitas dengan cara mengawetkan asset bank besar. Menurut Sprague, ini menjadi sebab mereka gagal bergerak cepat mencegah terjadinya kepanikan keuangan.
Pandangan Sprague itu, pada level tertentu disetujui Joseph French Jonhson dan Horace White. Pandangan keduanya terlihat pada saat keduanya mendiskusikan makalah Paul Warburg, pria yang menciptakan The Fed’s. Keduanya mengakui bank sentral model Eropa, memang berusaha mengindari krisis keuangan, tetapi tidak untuk krisis perdagangan.
Bagi keduanya, ini disebabkan Bank Sentral lebih suka memompa liquiditas mereka ke pasar uang. Keduanya lalu mengetengahkan jalan keluarnya. Bagi mereka, bank-bank lokal harus diberi kesempatan terlibat dalam operasional Bank Sentral, sehingga mereka dapat menjaga kepentingan mereka.
Masih terdapat serangkaian maneuver cukup hebat, yang berakhir dengan lahirnya satu bill tentang The Federal Reserve. Bill ini disiapkan oleh tim khusus kelompok ini di Jackyl Island. Nelson Aldrich, senator republican yang telah terkoneksi dengan Rockeffeler ada di dalamnya.
Tetapi bukan Nelson Aldrich yang mengajukan bill itu ke Senat, melainkan Theoddore Burton, senator republik. Ketika diajukan ke senat, bill ini dikenal dengan “Aldrich Plan”. Dalam kenyataanya plan ini memperoleh tantangan sangat keras dari William Jennings Bryan, Senator Demokrat. Menariknya, muncul satu keadaan yang menguntungkan para reformis. Apa keadaan itu?
Parker Wills diangkat menjadi asisten Carter Glass, Ketua the House of Banking and Currency Committee. Glass adalah seorang Demokrat dari Virginia. Disebut beruntung bagi para reformis perbankan, karena H. Parker Wills, selain menjadi dosen bagi dua anak Glass di Washington and Lee University, juga merupakan satu anggota Nation Leage.
Nation Leage adalah sebuah tim non bankir, yang bekerja di bawah kendali Morgan dan kawan-kawan. Tugas mereka mempropagandakan gagasan Sentral Banking. Paul Warburg, disisi lain juga bekerja sama kerasnya. Figur yang menyukai model Bank Sentral Jerman inilah yang memberi nama The Fed’s. Kerja keras mereka sukses. Lahirlah The Federal Reserve pada tahun 1913.
Di tengah krisis ekonomi, tepatnya pada tahun 1935, Kongres menyetujui The Banking Act. Melalui UU ini kewenangan The Fed’s diperluas, dengan dibuatnya The Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC). Perluasan yang sangat signifikan adalah kontrol terhadap kebijakan keuangan nasional diletakan pada Dewan Gubernur The Fed’s.
Enam belas tahun kemudian, tepatnya tahun 1951, atas permintaan kementeran keuangan, The Fed’s secara sukarela menerima kebijakan suku bunga rendah atas government bond. Sebenarnya kebijakan ini merestorasi independensi The Fed’s dalam memonetisasi utang pemeritahan dengan bunga tetap. Tetapi pada saat yang sama kewenangan The Fed’s membuat kebijakan keuanggan nasional diperluas.
Tak lama setelah itu, tepatnya tahun 1956 Kongres Amerika membuat The Bank Holding Company Act. Dalam UU ini The Fed’s diberi kewenangan baru berupa bank yang telah berbentuk holding harus mendaftar pada The Fed’s. Dewan Gubernur The Fed’s diberi kewenangan mengatur cara pendaftaran dan pengawasan atas mereka.
Berhenti di titik itukah perluasan atas kewenangan The Fed’s? Tidak. Tahun 1978 terbit lagi dua UU. Pertama, The Intetrnational Banking Act 1978. Kedua, The Full Employment and Balanced Growt Act 1978. Pada The International Banking Act, The Fed’s diberi kewenangan mempromosikan kompetisi antara bank domestik dan internasional. Dan Dewan Gubernur bertanggung jawab mengatur dan mensupervisi aktifitas bank yang berbentuk holding. Pada UU yang kedua, The Fed’s diberi kewenangan untuk secara langsung mempengaruhi perekonomian nasional.
Tiga tahun kemudian Kongres kembali membentuk Depository Institution Deregulation and Monetary Control Act 1980. Undang-Undang ini memperluas akses The Fed’s memeriksa semua institusi keuangan. Esensi UU ini adalah semua institusi keuangan harus mematuhi aturan The Fed’s.
Sebelas tahun kemudian, tepatnya tahun 1991, Kongres membentuk lagi satu UU. Namanya The Federal Deposit Insurance Corporation Improvement Act of 1991. UU ini memperkuat kewenangan The Fed’s mensupervisi bank asing yang memasuki sistem perbankan Amerika. UU ini menguatkan pengaruh The Fed’s tidak hanya pada sistem perbankan, tetapi juga ekonomi Amerika secara keseluruhan.
Delapan tahun kemudian, Kongrers membuat lagi apa yang disebut dengan Gramm-Leach-Bley Act 1999. UU ini mengatur banyak aspek dalam industri perbankan. Dari mergers hingga proteksi terhadap informasi pribadi konsumen. UU memberi kewenangan kepada The Fed’s mengatur bank dan anak perusahaan. Dalam UU ini juga diberi kewenangan hak veto kepada The Fed’s, dan Kemeterian Keuangan untuk saling memveto satu sama lainnya.
Ketika Amerika dilanda krisis kuangan pada tahun 2008, Kongres membuat Emergency Economic Stabiization Act (EESA) 2008. Dalam UU ini The Fed’s diberi kewenangan membayar kepada bank dengan tingkat suku bunga tinggi atas deposito.
Pembayaran disifatkan sebagai cadangan, yang dawali pada 1 Oktober 2008 – hingga 2011 sesuai ketentuan UU. Praktis UU ini menempatkan The Fed’s sebagai bagian integral dari penyelamatan ekonomi Amerika Serikat yang sedang berlangsung, dan instabilitas di masa yang akan datang.
Spektrum dan pola-pola kerja seperti The Fed’s itu terlihat cukup jelas pada materi “Perpu Corona No.1/2020”. Perpu ini memberikan kewenangan istimewa kepada Bank Sentral dan pemerintah untuk mengurus masalah ekonomi hingga tahun 2022. Ketentuan itu sangat mirip ketentuan yang terdapat dalam Emergency Economic Stabiization Act (EESA) 2008 punya Amerika.
Akankah Mahkamah Konstitusi menyingsingkan jubah kehormatannya untuk mengenal spektrum Emergency Economic Stabiization Act (EESA) 2008 itu pada saat memeriksa “Perpu Corona No. 1/2020 ini? Mungkinkah Mahkamah Konstitusi mengabaikan kenyataan itu?
Apakah Mahkamah Konstitusi hanya berkutat pada persoalan klasik Perpu, yakni kegentingan yang memaksa? Apakah Mahkamah Konstitusi hanya mengutak-atik seperlunya teori kuno John Locke tentang State Emergency? Semoga saja berkah dari Ramadhan Al-Mubarrakh bisa menyertai mereka para Hakim Yang Mulia. Insya Allah.
Penulis adalah Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate.