DEMOKRASI.CO.ID - Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) dan Keputusan Menteri (Kepmen), mengenai pembebasan napi demi mencegah penyebaran virus corona di penjara.
Sudah 35 ribu lebih napi tindak pidana umum yang bebas dengan program asimilasi dan integrasi sejak dua aturan itu terbit pada 30 Maret.
Jumlah 35 ribu napi tersebut masih bisa terus bertambah karena sesuai Pasal 23 ayat (2) Permen, program pembebasan itu berlaku hingga masa kedaruratan penanggulangan COVID-19 yang ditetapkan pemerintah berakhir.
Sementara ayat (1) menyebutkan bahwa ketentuan ini berlaku bagi narapidana yang tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidananya dan anak yang tanggal ½ (satu per dua) masa pidananya sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.
Namun hal ini kemudian menimbulkan masalah baru. Warga menjadi resah. Sebab, napi yang dibebaskan dikhawatirkan kembali berbuat kejahatan.
Kekhawatiran itu pula yang mulai terjadi. Sudah beberapa napi yang diketahui kembali berulah, padahal baru dibebaskan.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Prof Hibnu Nugroho, meminta Kemenkumham agar mengevaluasi program pembebasan ini. Bahkan kalau perlu Kemenkumham menyetop program pembebasan napi tersebut agar kejadian napi berulah tak terulang lagi.
"Ya paling kalau seperti ini lebih baik dihentikan dulu sambil dimantapkan gitu kan, dimantapkan membangun komunikasi dengan tokoh masyarakat setempat," kata Hibnu kepada wartawan, Kamis (9/4).
"Itu bisa jadi. Loh kok begini, evaluasi, dihentikan dulu gitu. Kita jangan (cuma) program asimilasi, tapi juga harus dibarengi suatu pengawasan lebih baik," sambungnya.
Hibnu mengatakan, perlunya pembebasan disetop agar napi berpikir dua kali untuk kembali melakukan kejahatan.
"Kalau dihentikan dulu nanti kan hasilnya kan napi-napi evaluasi, 'oh saya enggak boleh seperti ini', kan gitu. Sudah diberikan suatu kebijakan malah lakukan kejahatan, ini saya kira menjadi perhatian bagi napi yang dibebaskan," ujarnya.
Selain menyetop pembebasan tersebut, kata Hibnu, Kemenkumham juga harus mengevaluasi sistem kontrol terhadap napi yang sudah dibebaskan. Terutama, harus bisa merangkul warga agar ikut berperan serta dalam mengawasi napi yang kembali ke daerahnya agar tak mengulangi tindakan kriminal lagi.
"Paling tidak tata cara evaluasi yang melibatkan peran serta masyarakat peran serta keluarga harus lebih ditingkatkan," pungkasnya.
Diketahui fenomena napi yang baru dibebaskan namun kembali berbuat ulah terjadi di beberapa lokasi. Seperti di Bali, pria bernama Ikhlas alias Iqbal (29) yang dibebaskan pada 2 April. Ia kembali ditangkap pada 7 April karena menerima paket ganja seberat 2 kilogram.
Lalu di Sulawesi Selatan (Sulsel). Seorang pria bernama Rudi Hartono harus kembali mendekam dalam penjara karena hendak mencuri di rumah warga.
Selanjutnya di Blitar, seorang pria berinisial MS ditangkap dan babak belur diamuk massa setelah kepergok mencuri motor warga. MS dibebaskan pada 3 April dan ditangkap tiga hari kemudian. []