DEMOKRASI.CO.ID - Semua orang kini wajib memakai masker jika harus keluar rumah demi mencegah penularan virus corona. Aturan ini sudah sesuai dengan instruksi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang baru, dan diikuti oleh pemerintah Indonesia.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan corona, Achmad Yurianto, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, menyerukan seluruh masyarakat untuk mengenakan masker. Namun, masker yang disarankan adalah masker kain berlapis tiga, sebab masker bedah dan N95 hanya untuk tenaga kesehatan.
Bahkan mulai 12 April, Anies menginstruksikan angkutan umum di Jakarta seperti MRT, LRT, TransJakarta, hingga KRL, untuk mewajibkan penumpang menggunakan masker. Jika tidak, penumpang tak diizinkan naik angkutan umum.
"Sesuai dengan rekomendasi WHO, kita jalankan masker untuk semua. Semua harus menggunakan masker," ucap Yurianto dalam konferensi pers pemerintah untuk penanganan COVID-19, Minggu (5/4).
Tim Pakar Gugus Tugas Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito, sudah menyatakan masker kain dapat menangkal virus sebesar 70 persen. Sehingga, jika kita tetap menjaga jarak, virus tak akan masuk ke dalam tubuh.
Masker kain juga sebaiknya memiliki tiga lapisan, sebab lebih efektif dalam menangkap virus. Wiku mengingatkan masyarakat juga tak lupa mencuci tangan terlebih dahulu, setelah itu mencuci masker dengan sabun secara berkala.
Setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan seruan pemakaian masker kini bergeser. Selain untuk menghindari percikan (droplets) orang lain, penggunaan masker kini diperlukan untuk mengatasi orang tanpa gejala (OTG).
Sebab, gelombang virus corona di dunia kini banyak yang tanpa gejala. Tanpa sadar, orang tersebut sudah membawa virus di dalam tubuhnya. Karena sistem imunnya kuat, ia tak merasakan gejala, namun dapat membahayakan orang lain yang lebih lemah dan sangat berisiko.
Padahal, periode awal corona mulai menyebar di Indonesia, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto merasa heran dengan orang yang berbondong-bondong menggunakan masker. Berkali-kali Terawan menyebut masker hanyalah untuk orang sakit.
Terawan juga sempat berkelakar dengan wartawan yang ramai-ramai pakai masker saat mewawancarainya di RSPI Sulianti Saroso. Terawan menilai penggunaan masker untuk orang sehat justru membuat harga masker semakin melambung.
"Masker [mahal]? Salahmu sendiri, kok, beli, ya. Enggak usah [pakai]. Masker untuk yang sakit," kata Terawan di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu (15/2).
"Tetap keputusannya dari WHO yang sakit yang pakai masker . Yang sehat enggak usah," kata Terawan.
Namun pada Senin (22/3) lalu, Terawan sudah mulai mengenakan masker saat Mendampingi Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, lengkap dengan sarung tangan. Terawan, Prabowo, dan pejabat lainnya mengenakan masker saat menerima kiriman alat kesehatan bantuan dari China.
Apa yang disebutkan Terawan soal masker hanya untuk orang sakit sebelumnya memang sesuai dengan panduan WHO. Dokumen 3 halaman yang diterbitkan WHO pada 29 Januari 2020 menyebut, menggunakan masker untuk orang yang tak memiliki gejala COVID-19 justru akan menyebabkan biaya tidak perlu dan membebani anggaran pengadaan barang.
WHO menyarankan, penggunaan masker bagi yang sehat hanya ketika sedang merawat pasien COVID-19. Penggunaan masker tetap harus dikombinasikan dengan mencuci tangan dan hidup bersih.
Namun kini, perubahan sikap WHO didasari hasil penelitian yang mengungkap efek positif pemakaian masker dalam mencegah penularan virus SARS CoV-2. Sejumlah negara di Eropa sudah mewajibkan warga mereka mengenakan masker, menyusul Indonesia.
"Kita sudah melihat penggunaan masker, baik masker buatan sendiri atau kain, di tingkat masyarakat, dapat membantu dalam keseluruhan respons komprehensif terhadap penyakit ini," kata Ryan, dikutip South China Morning Post.
"Dan kami mendukung pemerintah negara dalam mengambil keputusan itu berdasarkan situasi yang mereka hadapi dalam hal penyebaran virus, berdasarkan konteks di mana mereka berurusan serta sumber daya yang dimiliki," ungkapnya. [um]